Freeport Nilai Revisi PP Minerba Belum Berikan Kepastian Usaha
Jakarta - PT Freeport Indonesia menilai, revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksana Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara belum memberi kepastian hukum. Pasalnya beleid itu tidak memuat kepastian usaha pasca Kontrak Karya berakhir.
Juru bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama, mengatakan Surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang ditandatangani Sudirman Said pada 7 Oktober 2015 silam memberi jaminan perpanjangan operasi. Namun faktanya hingga ini kepastian itu tak kunjung diberikan.
"Kami terus meminta dengan sangat agar pemerintah segera memberikan perpanjangan operasi," kata Riza di Jakarta, Rabu (26/10).
Riza menuturkan, dalam Surat Menteri ESDM itu pun dinyatakan jaminan kepastian hukum dan fiskal yang sama dengan Kontrak Karya akan diberikan. Sebagaimana hak dan kewajiban Kontrak Karya yang ditandatangani oleh Pemerintah dan Freeport Indonesia. Dalam kontrak tersebut Freeport memiliki hak untuk mengekspor konsentrat hingga habis masa berlaku.
"Kami juga meminta pemerintah mengatasi aturan yang membatasi hak untuk mengekspor konsentrat setelah 12 Januari 2017," ujarnya.
Ekspor mineral mentah sudah dilarang sejak 11 Januari 2014 silam atau lima tahun sejak diundangkanya Undang-undang (UU) Minerba. Namun, pemerintah masih memberi kesempatan bagi mineral hasil pengolahan alias konsentrat untuk diekspor hingga 2017.
Batas waktu selama tiga tahun itu agar pelaku usaha bisa memiliki waktu yang cukup untuk membangun fasilitas pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri. Pada 12 Januari 2017 merupakan batas akhir izin ekspor konsentrat tersebut. Artinya hanya mineral hasil pemurnian saja yang diizinkan ekspor.
Freeport sebenarnya sudah memiliki smelter di Gresik, Jawa Timur. Namun hanya mampu menampung 40 persen produksi konsentrat. Sejak 2014 kemarin, perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu menambah kapasitas smelter tersebut dengan investasi US$ 2,1 miliar.
Smelter itu akan memiliki kapasitas bahan baku konsentrat hingga 2 juta ton. Hanya saja progres pembangunan smelter belum signifikan lantaran menanti kepastian usaha pasca kontrak berakhir di 2021.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.