JAKARTA – PT Freeport Indonesia berencana mengajukan penambahan kuota ekspor konsentrat tembaga. Namun, perusahaan ini terlebih dahulu harus mengubah Rencana Kerja dan Anggaran Biayanya (RKAB) agar mendapatkan persetujuan penambahan kuota ekspor.
Namun, sampai saat ini perusahaan yang kini 51,2% sahamnya dimiliki PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) belum menentukan waktu pengajuan tambahan kuota ekspor konsentrat tembaganya. Hal ini dikarenakan masih ada konsentrat yang tersisa di gudang penyimpanan (stockpile) dari hasil produksi tahun lalu.
“Kami ada rencana tapi belum mengajukan penambahan,” ujar Juru Bicara PT Freeport Indonesia Riza Pratama kepada wartawan, Jakarta, Kamis (16/5).
Direktur Pengusahaan dan Pembinaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, Freeport Indonesia belum mengajukan penambahan kuota ekspornya. Menurutnya, kalaupun Freeport Indonesia ingin mengajukan penambahan kuota eskpor konsentrat maka perusahaan harus mengubah Rencana Kerja dan Anggaran Biayanya (RKAB).
“Belum ada tuh…(pengajuan penambahan kuota ekspor). Rasanya tidak dalam waktu dekat. Mungkin 2020,” ujar Yunus saat dihubungi.
Menurut Yunus, PT Freeport Indonesia tidak mungkin meningkatkan kapasitasnya, sebab masih tahap persiapan development perubahan dari surface mining ke total underground.
Untuk diketahui, PT Freeport Indonesia mendapatkan kuota ekspor pada Februari lalu hanya sebanyak 198.282 ton konsentrat. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan kuota pada tahun sebelumnya yang mencapai 1,25 juta ton konsentrat.
Produksi PT Freeport Indonesia pada tahun ini memang akan turun signifikan seiring dengan selesainya penambangan di tambang terbuka Grasberg dan beralih sepenuhnya ke tambang bawah tanah. PT Freeport Indonesia memperkirakan produksi bijih pada tahun ini aka berada kisaran 100.000 ton per hari, turun dibandingkan kondisi normal di kisaran 180.000 ton per hari.
Hingga kuartal I/2019, produksi bijih PT Freeport Indonesia masih berada di level 150.500 ton per hari. Namun, rata-rata tersebut akan turun setelah tambang terbuka berhenti berproduksi pada pertengahan tahun ini.
Berdasarkan proyeksi dari Freeport-McMoRan inc., produksi bijih pada tahun ini akan berada pada level 114.000 ton per hari. Rendahnya produksi tersebut akan berlanjut hingga 2020 dengan 100.000 ton bijih per hari dan baru mulai naik pada 2021.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.