Freeport dan Amman Mineral menunggu rekomendasi ekspor yang baru
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masa rekomendasi ekspor konsentrat tembaga milik PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) sudah berakhir pada 8 Maret 2020. Meski begitu, PTFI dan AMNT masih belum mengantongi rekomendasi alias Surat Persetujuan Ekspor (SPE) yang baru.
Kedua perusahaan tembaga terbesar di Indonesia itu mengaku sudah mengajukan SPE untuk periode setahun ke depan. Hanya saja, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih belum memberikan persetujuan.
Vice President Corporate Communication PTFI Riza Pratama mengungkapkan, pihaknya sudah mengajukan SPE yang baru pada pekan awal Maret ini. "Kami sudah mengajukan yang baru, masih dalam proses di ESDM," kata Riza saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (10/3).
Kendati begitu, Riza mengklaim bahwa kondisi ini tidak mengganggu operasional maupun penjualan konsentrat tembaga PTFI. Sebab, PTFI belum menjadwal pengapalan untuk ekspor dalam waktu dekat ini. "Jadi sejauh ini tidak terdampak," ujarnya.
Hal yang sama juga dialami oleh AMNT. Head of Corporate Communication AMNT Kartika Oktaviana menyatakan, pengajuan syarat SPE yang baru sudah diserahkan sejak bulan lalu. "Sudah sejak bulan lalu kita ajukan untuk kuota ekspor yang baru. Saat ini masih dikaji oleh pihak ESDM, kita tunggu hasil kajiannya," ungkapnya.
Kartika juga mengaku, meski saat ini AMNT tidak mengantongi rekomendasi ekspor, namun hal itu tidak mengganggu kinerja perusahaan. "Tidak berpengaruh. Karena untuk menentukan jadwal pengiriman ekspor, kami sudah mempertimbangkan buffer time untuk pengurusan izin kuota ekspor," terangnya.
Di sisi lain, mengenai volume ekspor yang diajukan, PTFI maupun Amman masih enggan untuk memberikan bocoran. Namun keduanya memberikan gambaran bahwa PTFI dan AMNT kompak ingin menaikkan kuota ekspor untuk setahun ke depan.
Riza Pratama mengatakan, PTFI meminta kenaikan jumlah ekspor lantaran optimistis bisa menjaga tingkat produksi. Bahkan, tahun ini PTFI menargetkan bisa mengejar peningkatan produksi konsentrat tembaga dibanding tahun lalu.
"Kami mengajukan angka (kuota ekspor) yang lebih tinggi dari tahun lalu, tapi kami masih belum bisa memberikan angkanya sekarang," jelas Riza.
Dalam catatan Kontan.co.id, SPE untuk PTFI terbit pada 8 Maret 2019 dan berlaku selama setahun. Saat itu, Kementerian ESDM memberikan rekomendasi ekspor konsentrat tembaga untuk PTFI sebesar 198.282 wet metric ton (wmt). Namun, pada pertengahan September 2019, PTFI berhasil menambah kuota ekspor sekitar 500.000 wmt.
Adapun, ekspor konsentrat tembaga PTFI menyasar sejumlah pasar. Terutama negara-negara di Asia, seperti Jepang, Korea, Filipina, India dan China.
Senada, AMNT juga ingin menaikkan kuota ekspor untuk setahun ke depan. Asal tahu saja, SPE untuk AMNT juga terbit pada 8 Maret 2019 dengan kuota 336.100 wmt. Konsentrat tembaga AMNT itu diekspor ke sejumlah negara, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Filipina.
Sayangnya, Kartika belum mau membuka berapa kisaran kuota yang diajukan. "Bisa lebih tinggi, tapi angkanya berapa harus menunggu dulu dari ESDM. Kami akan menginformasikan jika sudah ada keputusan," kata Kartika.
Dihubungi terpisah, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, tim dari Direktorat Mineral dan Batubara masih mengevaluasi permintaan SPE baru dari PTFI dan AMNT.
Yunus bilang, pihaknya akan terlebih dulu menelaah kelengkapan syarat dan administrasi. Jika semuanya lengkap, sambungnya, evaluasi bisa selesai paling lama dalam waktu dua minggu.
"Dievaluasi kemarin, sesuai pedoman 14 hari kerja kalau persyaratan lengkap," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (10/3).
Yunus menjelaskan, ada sejumlah pertimbangan yang dinilai oleh Kementerian ESDM dalam memutuskan berapa besaran kuota ekspor yang disetujui untuk setahun ke depan. Pertimbangan yang dimaksudkan adalah cadangan mineral yang bisa ditambang, kapasitas input produksi dan juga pabrik pengolahan, serta kesesuaian volume berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Termasuk juga progres pembangunan smelter yang sedang dikerjakan oleh PTFI dan AMNT.
Menurut Yunus, kendati rekomendasi ekspor konsentrat tembaga keduanya telah habis 8 Maret 2020 lalu, namun hal itu tidak lah menjadi masalah. Sebab, memang tidak ada keharusan rekomendasi ekspor yang baru terbit sebelum tanggal rekomendasi periode sebelumnya berakhir.
Yunus bilang, perusahaan pun pasti telah memperhitungkan penjadwalan ekspor dan pengurusan rekomendasi. Yang jelas, katanya, PTFI maupun AMNT tidak boleh melakukan aktivitas ekspor sebelum rekomendasi baru diterbitkan.
"Nggak boleh ekspor, sementara jeda. Sampai terbit lagi, mereka baru jalan. Kan memang nggak perlu tersambung tanggal rekomendasinya. Mereka kan produksi, disimpan di stockpile, begitu keluar rekomendasi langsung diekspor," tandas Yunus.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.