Gara-Gara Nikel, Uni Eropa Buka Opsi Gugat Indonesia
duniatambang.co.id - Larangan ekspor nikel telah resmi akan diberlakukan per Januari 2020. Hal ini terjadi dua tahun lebih cepat dari rencana awal yaitu mulai akan diberlakukan pada Januari 2022. Menurut kajian pemerintah, mengolah nikel menjadi feronikel akan menaikkan nilai tambah produk tersebut menjadi setidaknya enam kali lipat.
Selain meningkatkan keuntungan secara ekonomis, gencarnya pembangunan smelter pengolahan nikel di dalam negeri akan memberikan multiplier effect seperti penyerapan tenaga kerja, menambah pendapatan daerah setempat dan lain sebagainya. Sedikit kontradiktif dengan potensi dampak positif larangan ekspor nikel di dalam negeri, larangan ekspor nikel justru mengguncang dunia. Fakta bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara produsen nikel terbesar di dunia dinilai akan menekan beberapa industri Negara yang membeli nikel dari Indonesia.
Negara importir nikel dari Indonesia paling besar yaitu China. Selain China, ada pula Negara Uni Eropa seperti Swiss, Yunani, Ukraina, lalu ada Austalia dan Jepang. Menjelang penerapan larang ekspor bijih nikel Indonesia, China berusaha menimbun lebih banyak bijih nikel dari Indonesia. Kantor kepabeanan China melaporkan lonjakan impor bijih nikel Indonesia pada Agustus lalu sebesar 26.5% (yoy).
Berbeda dengan China, Uni Eropa yang merasa terancam atas larangan ekspor nikel Indonesia yang pemberlakuannya dipercepat dua tahun lebih awal membuka opsi untuk menggugat Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Opsi tersebut terbuka lebar untuk dipilih UE lantaran kekurangan pasokan nikel untuk keperluan industri baja dan stainless steel Eropa. Hal ini semakin menekan industri baja dan stainless steel Eropa yang sebelumnya memang sedang terguncang lantaran lemahnya permintaan akibat terkontraksinya industri produsen mobil Eropa, perang dagang AS-China serta rencana penarikan tarif impor antidumping oleh AS.
Menanggapi opsi yang mungkin akan diambil oleh Uni Eropa, pemerintah Indonesia tidak gentar dan siap menghadapi gugatan jika benar akan dilayangkan ke WTO nantinya. Namun yang jelas akibat pemberlakuan ekspor tersebut, harga komoditas nikel tercatat sejak Januari 2019 hingga Agustus 2019 cenderung mengalami tren kenaikan cukup signifikan.
Pemerintah mempercepat larangan ekspor nikel bukan tak beralasan, cadangan nikel nasional yang sudah diekspor sangat besar. Sementara cadangan bijih nikel di Indonesia yang bisa ditambang tinggal sekitar 700 juta ton lagi yang diperkirakan hanya bisa bertahan 7-8 sampai tahun lagi. Memang untuk cadangan terkira nikel masih 2.8 miliar ton.
Dengan jumlah cadangan tersebut, pemerintah harus berpikir sampai berapa lama lagi berikan izin ekspor. Pertimbangan lainnya yaitu, jumlah smelter Indonesia sudah cukup memadai untuk melakukan pengolahan mandiri ditambah lagi telah mulai berlangsungnya beberapa proyek pembangunan smelter untuk menambah jumlah smelter yang sudah ada serta program hilirisasi yang sedang digenjot pemerintah. Hingga kini Uni Eropa dikabarkan belum resmi melayangkan gugatan, namun Indonesia tetap harus bersiap menghadapi opsi tersebut jika benar akan menjadi langkah yang diambil Uni Eropa.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.