Konawe, Inilahsultra.com – Kecamatan Morosi, dulunya dikenal daerah rawa yang jauh dari modernitas pembangunan.
Namun, sejak ditetapkannya sebagai lokasi pembangunan proyek strategis nasional kawasan industri veronikel terbesar di Sulawesi Tenggara (Sultra), daerah ini mendadak terkenal sebagai daerah dengan ekonomi maju.
Kecamatan yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Bondoala ini merupakan daerah kategori tertinggal, kebanyakan warga yang mendiami wilayah itu memiliki pendapatan di bawah rata-rata. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari harus meninggalkan kampung halamannya untuk mencari kerja di tanah rantau.
Pada periode 2014 silam, wilayah ini ditetapkan sebagai lokasi pengembangan kawasan industri oleh pemerintah pusat. Di waktu bersamaan, dua perusahaan raksasa asal China menyatakan tertarik untuk berinvestasi di daerah itu.
Adalah PT Virtue Dragon Nikel Industri (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS), kedua perusahaan ini masuk melalui PT Konawe Putra Propertindo (KPP). Sejak saat itu, geliat ekonomi masyarakat mulai berubah. Terlebih kedua perusahaan yang sedang dalam masa pembanguan mulai merekrut tenaga kerja untuk beberapa bidang.
Sasto (53), warga Desa Puurui, Kecamatan Morosi, menjelaskan bagaimana sulitnya masyarakat di desa itu sebelum adanya kawasan industri. Kebanyakan dari mereka hanya mengandalkan hasil berkebun untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
“Dulu masyarakat sini hanya tanam-tanam sayuran, itu pun kalau musim hujan mati semua, untuk memenuhi kebutuhan, kami turun cari-cari udang, meskipun harganya tidak seberapa,” kata Sasto.
Saking tertinggalnya, Sasto menyebut jika desanya dahulu juga dikenal dengan sebutan kampung mati, label ini diberikan oleh masyarakat luar lantaran tidak adanya potensi unggulan desa itu yang bisa dikembangkan.
Pria yang saat ini berprofesi sebagai pengusaha kuliner dan kos-kosan, mengaku keberadaan kawasan industri Morosi membawa banyak manfaat bagi daerah itu, mulai dari ekonomi hingga perubahan sosial masyarakat.
“Dulu hanya 10 rumah saja, itu pun banyak yang keluar merantau. Tapi sekarang dengan adanya kawasan industri kehidupan masyarakat berubah drastis, masyarakat tidak lagi keluar daerah untuk mencari kerja, pendapatan masyarakatpun mengalami peningkatan,” bebernya.
Kehadiran kawasan industri Morosi tidak hanya berimbas pada peningkatan ekonomi masyarakat, tetapi juga membawa dampak baik bagi kemajuan daerah, mulai dari desa hingga level provinsi.
Kepala Desa Puurui, Mahadi mengaku, sebelum adanya kawasan industri, sebagian masyarakatnya hanya mengandalkan hasil pertanian, sementara lainnya berprofesi sebagai buruh angkut pasir.
Ia mengakui jika ada label kampung mati yang disematkan masyarakat lain, sebab desanya dahulu hanya dihuni 70-an lebih kepala keluarga, yang kebanyakan keluar daerah untuk merantau demi memenuhi kebutuhan keluarga.
Sebelum adanya kawasan, 80 persen masyarakatnya tidak memiliki penghasilan tetap, bahkan jumlah pengangguran terbilang mayoritas.
“Sejak adanya kawasan industri ini, kehidupan masyarakat saya jauh lebih baik, banyak masyarakat saya saat ini memiliki usaha warung makan dan usaha kos-kosan. Kemudian anak-anak muda di desa ini mayoritas sudah bekerja di perusahaan itu,” Ujarnya.
Pria yang sudah delapan tahun menjabat (periode kedua) mengaku, sebelum adanya kawasan, tanah di tempat ini tidak memiliki nilai, selain sering banjir karena, tingkat kesuburan juga menjadi pertimbangan calon pembeli.
“Tempat dibangunnya kawasan saat ini adalah lahan gambut yang tidak dimanfaatkan. Kalau dulu harga tanah di sini tidak ada nilainya, bahkan kita tawari dengan harga seratus ribu per hektar saja tidak ada berminat, karena tidak bisa dimanfaatkan, namun sejak adanya kawasan nilai jual sebidang tanah bisa sampai ratusan juta rupiah,” imbuhnya.
Soal manfaat kawasan industri terhadap pembanguan di desanya, Mahadi mengaku yang paling nampak adalah pembangunan jalan beton sepanjang 9 kilo meter dengan konstruksi mumpuni.
Jalan ini menurut Mahadi, merupakan keniscayaan jika dibangun dengan mengandalkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
“Jadi bohong orang kalau mengatakan bahwa kehadiran kawasan industri ini tidak membawa dampak baik bagi masyarakat dan daerah, kalau masih ada yang mengatakan itu silahkan ke daerah kami untuk melihat lebih dekat, kecuali memang kalau ada kepentingan pribadi,” pungkasnya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.