Saat PT GBA Kantongi Izin Ekspor Hasil Pertambangan
Dua perusahaan di Kepri telah mengantongi izin ekspor hasil pertambangan tertentu, salah satunya PT Gunung Bintan Abada (GBA). Bahkan izin tambang perusahaan ini juga sudah ditetapkan menteri.
TANJUNGPINANG – INILAH saat-saat yang dinanti untuk menggeliatkan kembali pertambangan di Kepri, khususnya di Tanjungpinang. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menteri Perdagangan RI telah memberikan izin ekspor produk pertambangan dengan kriteria tertentu kepada PT GBA.
Perusahaan ini telah mengantongi IUPOP sesuai Surat Keputusan Gubernur Kepri nomor 948/KPTS-18/V/2017 tanggal 10 Mei 2017. Menteri ESDM dan Mendag RI telah menunjuk perusahaan GBA nomor 005/GBA-SGAR/Januari 2018, mengeluarkan rekomendasi kepada perusahaan Su Meng Liang ini beroperasi di wilayah Tembeling, Bintan.
Hal tersebut disampaikan Direktur Gunung Bintan Abadi Edi Purwanto saat ditemui Tanjungpinang Pos, Minggu (22/4) kemarin di Tanjungpinang. Menurut dia, Menteri ESDM dan Mendag RI sudah memberikan rekomendasi dan mengeluarkan surat persetujuan ekspor produk pertambangan dengan kriteria tertentu kepada PT Gunung Bintan Abadi beroperasi di Kepri.
”PT GBA disetujui untuk melakukan ekspor produk pertambangan dengan kriteria tertentu dengan pelabuhan muat, sekaligus negara tujuan,” terang Edi.
GBA sendiri, sambung dia, mendapatkan kuota sekitar 1,6 juta ton dari Menteri ESDM dan Mendag RI, tentunya juga dengan menyanggupi berbagai persyaratan khusus. Seperti komitmen menjalankan usahanya sesuai dengan aturan yang berlaku, wajib membangun smelter sesuai PP No.01 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
PP ini memperbolehkan ekspor bauksit mentah. Namun, ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar perusahaan tambang dapat mengekspor mineral dalam bentuk konsentrat. Pertama, perusahaan tambang yang memiliki Kontrak Karya harus mengubah izinnya menjadi IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) jika ingin mengekspor dalam bentuk konsentrat mineral. IUPK berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang, maksimal sebanyak dua kali.
Kedua, perusahaan tambang yang memiliki IUPK wajib membangun smelter dalam waktu lima tahun. Pemerintah akan melakukan evaluasi setiap enam bulan untuk memeriksa perkembangan pembangunan smelter. Jika sengaja tidak membangun smelter, maka akan dicabut rekomendasi ekspornya.
Ketiga, perusahaan tambang juga wajib melakukan divertasi hingga 51 persen secara bertahap dalam waktu sepuluh tahun. ”Dan pemerintah pusat akan turun sekali enam bulan. Kalau tidak ada progres pembangunan, izin ekspor akan dicabut. Tidak bisa main-main,” tegasnya.
Bahkan saat ini, sejak awal rencana akan mengelola dan membangun kawasan pabrik smelter, PT GBA sudah menggandeng tim rekayasa Industri yang memiliki kewenangan untuk melakukan survei progres membangun kembali usaha ini. ”Saat ini kami sudah melakukan aktivitas stok file di kawasan Tembeling di atas lahan seluas 50 hektare. Belum melakukan ekspor,” terangnya demikian.(SUHARDI-MARTUNAS)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.