Gubernur Sulteng Geram Banyak Smelter Tak Setor Royalti
Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola berang dengan perusahaan smelter di wilayahnya lantaran tak menyetor royalti ke kas daerah. Padahal, pemerintah daerah telah berusaha maksimal memberikan kemudahan dan jaminan keamanan investasi.
Pemda, lanjutnya, juga terlanjur meyakini pembangunan smelter yang memproduksi Nickel Pig Iron (NPI), khusus di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara, tak hanya dapat membuka lapangan kerja baru, tapi juga memberikan kontribusi bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Jangankan setor ke daerah untuk peningkatan PAD, dana CSR saja tidak diberikan kepada masyarakat di sekitar tambang. Padahal, smelter tersebut mendapatkan keuntungan yang luar biasa besar dari hasil olahan bijih nikel," ujar Longki dalam keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (28/9).
Menurut Longki, situasi itu juga diperburuk lagi dengan dualisme perizinan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemilik smelter.
Pertama, Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) Khusus dari Kementerian ESDM sesuai Permen Nomor 11 Tahun 2018. Kedua Ijin Usaha Industri (IUI) yang diterbitkan Kementerian Perindustrian sesuai Peratran Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015.
Harusnya, yang diterbitkan hanya lah IUP-OP Khusus. Sebab, dengan pemberlakuan IUP-OP Khusus, daerah mendapatkan royalti hasil pengolahan/pemurnian dan sangat menolong peningkatan PAD.
Sebaliknya, jika yang digunakan IUI, pengusaha hanya dikenakan PPh 21, PPh 22, PPh 24 dan PPh 25 tanpa ada peningkatan nilai tambah di daerah.
"Belum lagi hasil dari PPN para pekerja, jika berkantor pusat di Jakarta, maka pajaknya langsung dibayarkan di Jakarta, di daerah tidak dapat," sesal Gubernur.
Padahal, menurut Gubernur Sulteng dua periode itu, perusahaan smelter yang beroperasi di daerahnya, telah menerima insentif berupa tax holiday, tax allowance, bebas bea masuk, termasuk bebas bea keluar untuk hasil olahan smelter yang diekspor.
Jadi, menurutnya, perusahaan-perusahaan itu hanya mengeruk kekayaan dan merusak lingkungan di daerah. "Kami terus dirugikan dari aktivitas tambang itu," tambahnya.
Menurut Longki, saat ini terdapat 11 smelter yang beroperasi di wilayahnya. Seharusnya, dari hasil kalkulasi, pembagian dana bagi hasil yang didapat dengan produksi 6,3 juta ton NPI per tahun dari smelter-smelter itu bisa mencapai Rp212,7 triliun.
Sedangkan dari dana bagi hasil yang didapat dari produksi smelter, kata Longki, seharusnya Provinsi Sulawesi Tengah mendapat bagian Rp1,36 triliun per tahun, kemudian bagian untuk kabupaten/kota sebesar Rp2,72 trilun per tahun dan pembagian kabupaten/kota lainnya sebesar Rp226,9 miliar.
"Tetapi ternyata, harapan itu tidak sesuai kenyataan," tandasnya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.