Harga Nikel Menguat, Vale Indonesia (INCO): Hati-Hati!
Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan harga nikel global dalam beberapa bulan terakhir yang tengah dinikmati emiten pertambangan nikel bisa berubah menjadi sentimen negatif pemberat kinerja jika tidak disikapi dengan kehati-hatian.
Direktur Keuangan PT Vale Indonesia Tbk. Bernardus Irmanto mengatakan bahwa posisi harga nikel global saat ini semakin mengurungkan niat produsen untuk mengerem atau menurunkan produksinya, padahal permintaan masih melaju cukup lambat seiring dengan pandemi Covid-19.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Selasa (17/11/2020) harga nikel di bursa London parkir di level US$15.926 per ton, menguat 0,29. Sepanjang enam bulan perdagangan terakhir harga nikel telah menguat 33,09 persen, sedangkan secara year to date harga naik 12 persen.
"Para pelaku industri harus memperhatikan kesimbangan permintaan dan pasokan ke depan, supaya prospek over supply bisa diminimalkan," ujar Irmanto kepada Bisnis, Rabu (18/11/2020).
Adapun, ketika pasar mengalami over supply maka kemungkinan besar harga nikel akan kembali melemah dan berujung dapat membebani kinerja emiten nikel. Padahal, hingga kuartal III/2020 kinerja emiten pertambangan nikel berhasil moncer didukung oleh kenaikan harga itu.
Emiten berkode saham INCO itu contohnya, membukukan pertumbuhan fantastis laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar 47.800 persen menjadi US$76,64 juta hingga kuartal III/2020, dibandingkan dengan periode yang sama 2019 sebesar US$160.000
Sementara itu, emiten pertambangan nikel lainnya, PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM), juga membukukan pertumbuhan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar 30,2 persen menjadi Rp835,78 miliar hingga kuartal III/2020 dibandingkan dengan periode yang sama 2019 Rp641,5 miliar.
Di sisi lain, harga nikel yang terlalu tinggi akan semakin mempersulit penetrasi kendaraan mobil listrik secara global mengingat komoditas itu merupakan bahan baku baterai kendaraan listrik.
Adapun, perusahaan mobil listrik global Tesla hingga saat ini masih memiliki kendala dalam memproduksi baterai listrik dengan biaya murah. Upaya yang dilakukan Tesla untuk menekan biaya baterai listrik saat ini adalah menaikkan porsi nikel dan menurunkan porsi kobalt dalam baterai.
Namun, menurut beberapa analis harga nikel saat ini juga masih cukup tinggi untuk bisa memproduksi baterai berbiaya murah.
“Jadi kalau biaya baterai bisa ditekan serta teknologi baterai sudah makin matang, maka ‘inflection point; yang diharapkan supaya customer bisa beralih ke mobil listrik bisa terjadi,” papar Irmanto.
Dia pun menjelaskan ketika inflection point itu terjadi dapat mendorong pasar nikel dunia akan bertambah besar dan Indonesia bisa benar-benar memainkan peran strategis karena memiliki cadangan limonite yang sangat besar.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.