JAKARTA—Harga tembaga menurun di tengah meningkatnya pasokan dan proyeksi permintaan China sebagai konsumen terbesar di dunia yang tidak menentu.
Pada perdagangan Rabu (18/5) pukul 16:53 WIB harga tembaga Comex terkoreksi 2,85 poin atau 1,36% menjadi US$206,35 per pon. Angka tersebut menunjukkan sepanjang tahun berjalan harga sudah terkoreksi 0,77%.
Sementara di bursa LME pada penutupan Selasa (17/5) harga tembaga meningkat 12 poin atau 0,26% menuju US$4.657 per ton. Artinya, sepanjang tahun berjalan harga sudah meningkat 1,03%.
Li Ye, Analyst Shenyin & Wanguo Futures Co., menuturkan pasokan yang mencukupi di China tidak diimbangi dengan kepastian pertumbuhan permintaan. Berdasarkan data Biro Statistik Nasional, produksi pemurnian tembaga domestik tumbuh 9% pada kuartal I/2016 dibandingkan tahun lalu, meskipun sejumlah pengelola smelter berencana memangkas suplai.
Di sisi lain, impor tembaga mentah jatuh dari rekor tertinggi di bulan sebelumnya. Penurunan tersebut memberikan tekanan terhadap pergerakan harga di pasar global. Data bea cukai China menyebutkan pembelian tembaga mentah dan olahan pada April merosot 21% menjadi 450.000 ton dibandingkan Maret sejumlah 570.000 ton. Namun, selama empat bulan pertama 2016, impor mencapai 1,88 juta ton atau bertumbuh 23% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya (y-o-y).
Impor bijih tembaga dan konsentrat turun 8% menjadi 1,26 juta ton pada April dibandingkan bulan sebelumnya. Akan tetapi, dalam empat bulan pertama 2016, pembelian naik 31% menjadi 5,27 juta ton dari tahun sebelumnya.
Bill O’Neill, Partner Logic Advisors New Jersey, menyampaikan harga tembaga berayun naik-turun karena investor mempertimbangkan sentimen positif dari peningkatan konstruksi AS. Namun, sentimen negatif datang dari perlambatan pertumbuhan China sebagai konsumen utama dunia.
Pendapat Bill berdasar pada data konstruksi rumah baru di AS yang naik pada April. Proyeksi pertumbuhan properti Paman Sam masih berada di jalur yang stabil, meskipun pertumbuhan kuartal I/2016 terbilang mengecewakan.
Menurut data Copper Development Association, pertumbuhan properti baru AS menjadi salah satu indikator yang menopang atau menekan harga tembaga. Dalam publikasi risetnya NBAD Global Market menuliskan pembangunan rumah AS per April naik 6,6% menjadi 1,17 juta unit dibandingkan 1,1 juta pada Maret.
"Pasar sulit mendapatkan pegangan untuk memprediksi harga. Memang terdapat beberapa data yang bagus di AS, tetapi fundamental permintaan terutama dari China masih dipertanyakan," tutur Bill seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (18/5).
Dukascopy dalam laporan bertajuk Weekly Commodity Overvie yang dipublikasikan Senin (16/5) memaparkan pekan kemarin harga tembaga untuk kontrak Juli menunjukkan tren menurun akibat kekhawatiran perlambatan permintaan dari China. Proyeksi aktivitas industri bulan ini hanya tumbuh sebesar 6% dibandingkan kenaikan April sekitar 6,8%.
Bank Dunia menyatakan rerata harga tembaga sepanjang kuartal I/2016 terkoreksi 4% dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun, pada periode Februari-Maret sempat terjadi reli karena menurunnya persediaan di bursa London (London Metal Exchange/LME)dan meningkatnya permintaan impor China.
Secara keseluruhan pasokan global masih surplus meskipun ada sejumlah pemotongan produksi yang berujung pada tertekannya harga. Kapasitas produksi baru akan meningkat lagi dalam 2-3 tahun ke depan.
"Pasar diperkirakan akan tetap surplus, terutama karena melambatnya pertumbuhan permintaan Cina. Risiko lain berasal dari langkah-langkah penghematan biaya industri, dan persaingan harga dengan substitusi bahan lainnya," papar laporan.
Dari segi harga, rerata nilai jual tembaga di Januari 2016 ialah US$4.472 per ton yang kemudian meningkat pada Februari 2016 sebesar US$4.599 per ton. Meskipun demikian, Bank Dunia memprediksi harga pada akhir tahun ini hanya mencapai US$5.000 per ton, jatuh 10,2% dibandingkan 2015 senilai US$5.510 per ton.
Departemen Industri Inovasi dan Sains Australia dalam risetnya memaparkan, harga tembaga pada 2015 mencapai level terendah dalam enam tahun terakhir. Harga di bursa LME anjlok 17% menjadi rerata US$5.678 per ton.
Jatuhnya harga disebabkan penurunan konsumsi dan peningkatan produksi, sehingga menambah stok di LME dan Shanghai Future Exchange. Saat itu pertumbuhan permintaan China, yang berkontribusi sekitar setengah konsumsi dunia, melambat ke level terendah.
Harga tembaga 2016 diperkirakan masih menurun menuju ke US$4.790 per ton seiring dengan masih lemahnya pertumbuhan konsumsi global. Di sisi lain, produksi dari proyek-proyek skala besar akan terus berkembang.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.