JAKARTA – Pemerintah harus mewaspadai semakin ekspansifnya perusahaan-perusahaan asal China yang melakukan investasi di sektor hilirisasi mineral dan mengekspor hasil pengolahan serta pemurnian tersebut untuk kebutuhan industri di negaranya.
Sementara kebutuhan bahan baku industri hilir di dalam negeri saat ini mengalami kesulitan mengembangkan usaha karena harus mengimpor dari negara lain. Ketua Komite Tetap Industri Logam, Mesin dan Alat Transportasi Kadin, I Made Dana Tangkas mengatakan, saat ini Kadin mendorong adanya konsistensi keberpihakan kebijakan untuk membangun hilirisasi mineral tambang dan pengembangan industri logam dasar.
Berhasilnya hilirisasi mineral tambang ditandai dengan terserapnya produk smelter dalam negeri oleh industri hilir berbasis mineral logam, contohnya industri logam dasar. ”Tanpa adanya industri manufaktur berbasis mineral logam, maka hilirisasi mineral tambang tetap tidak akan memberikan nilai tambah yang tinggi,” katanya di Jakarta, kemarin.
Rencana dilaksanakannya forum dialog antarnegara-negara kaya mineral khususnya komoditas bauksit melalui Bauxite Club, dinilai akan semakin membuka peluang usaha dan kerja sama di bidang infrastruktur pertambangan antarnegara anggota. Ketua Kelompok Kerja Pembiayaan, Infrastruktur dan Logistik Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Sony B.
Harsono mengungkapkan, dengan adanya Bauxite Club, maka peluang kerja sama dan pertukaran teknologi antarnegara-negara anggota akan semakin terbuka. Pembentukan Bauxite Club merupakan inisiatif dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan agar meningkatkan kerja sama pertambangan negara- negara di kawasan Asia Afrika.
Chairman Asia Africa Business Alliance Didie Soewondho menambahkan, forum tersebut akan memiliki peran strategis dalam tatanan global dan turut menyumbangkan kemajuan serta keadilan dunia.
”Sudah saatnya negara-negara kaya mineral Asia-Afrika bergabung, meningkatkan nilai tambah dalam negeri seperti yang telah dilaksanakan pemerintahan Presiden Jokowi-JK sekarang ini,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian Johnny Darmawan menyebutkan, pihaknya sangat membutuhkan dukungan pemerintah dalam pembangunan smelter karena Indonesia memiliki prospek besar mengembangkan hilirisasi industri logam dasar, misalnya industri baja.
Menurut Johnny, industri baja ini akan terus tumbuh dengan rata-rata 6% per tahun sampai 2025 karena tingginya permintaan bahan baku untuk konstruksi yang tumbuh 8,5% dan otomotif tumbuh 9,5%. Sayangnya, Indonesia masih harus mengimpor 5,4 juta ton baja untuk memenuhi kebutuhan yang mencapai 12,94 juta ton per tahun.
Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Maryati Abdullah mengatakan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam sejatinya dioptimalkan untuk kepentingan nasional.
Dalam hal smelter, porsi nilai tambah yang paling besar, baik dari sisi investasi, pendapatan, produk peruntukan, maupun terkait perluasan lapangan kerja, harusnya memprioritaskan kepentingan dalam negeri.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.