IRESS : Kebijakan Relaksasi Impor Berdampak Negatif ke Industri Tambang
Jakarta, EnergiToday-- Indonesia Resources Studies (IRESS) menilai program hilirisasi sektor pertambangan nampaknya tidak akan berjalan semenjak dikeluarkannya kebijakan relaksasi ekspor.
Menurut Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara, semula pemerintah berjanji akan konsisten menjalankan Undang-Undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009 untuk memperbesar nilai tambah melalui program hilirisasi.
Namun kenyataannya, Marwan menegaskan, memasuki tahun ketiga pemerintahan, program hilirisasi tinggal angan-angan. Pemerintah mengizinkan kembali mengekspor konsentrat, mineral mentah kadar rendah untuk bauksit, serta nikel.
"Kebijakan hilirisasi merupakan amanat Pasal 33 UUD 1945 demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ujarnya di Jakarta.
Selain itu, Marwan mengungkapkan, dengan adanya relaksasi itu justru mengurangi kesempatan negara berupa PDB, PDRB, penerimaan pajak, investasi luar negeri, perputaran kegiatan ekonomi dan pendapatan masyarakat.
"Kebijakan relaksasi pun akan menghambat penyediaan bahan baku industri di dalam negeri, yang berakibat terkurasnya devisa untuk melakukan impor," tuturnya. (un)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.