Indonesia Raja Nikel Dunia, Puluhan Tahun Hanya Ekspor Bijih Mentah
' />
JAKARTA, KOMPAS.com - Larangan ekspor bijih nikel oleh pemerintah Indonesia berbuntut panjang. Uni Eropa akan menggugat Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia ( WTO) terkait larangan ekspor yang efektif berlaku mulai 1 Januari 2020.
Uni Eropa gerah dengan kebijakan larangan ekspor biji nikel yang dilakukan Indonesia, berdampak merugikan bagi industri baja di negara-negara Uni Eropa karena keterbatasan akses bahan baku baja. Indonesia sendiri saat ini menguasai lebih dari 20% total ekspor nikel dunia. Negara ini menjadi eksportir nikel terbesar kedua untuk industri baja negara-negara Uni Eropa.
Nilai ekspor bijih nikel Indonesia mengalami peningkatan tajam dalam beberapa tahun terakhir. Tercatat, ekspor bijih nikel Indonesia naik signifikan sebesar 18% pada kuartal kedua 2019 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017.
"Terlepas dari usaha yang kami lakukan, Indonesia tetap tidak beranjak dari langkahnya dan mengumumkan larangan ekspor pada Januaro 2020," kata Komisioner Perdagangan UE Cecilia Malmstrom sebagaimana dikutip Kompas.com dari Reuters, Minggu (15/12/2019).
Larangan ekspor bijih mineral sebenarnya sudah didengungkan jauh hari. Pemerintah mendorong pengolahan mineral bisa dilakukan dalam negeri untuk memberi nilai tambah ketimbang mengekspor dalam bentu bijih mentah. Hilirisasi atau usaha meningkatkan nilai tambah tambang mineral dan batubara diatur dalam Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam hilirisasi, pengolahan tidak hanya mengambil manfaat mineral dan batubara dalam bentuk bijih atau konsentrat. Tetapi mengolah dan memurnikan hingga menjadi bentuk lanjutan dengan nilai lebih tinggi. Nilai tambah feronikel Mengutip pemberitaan Harian Kompas 26 November 2019, bijih nikel yang diolah menjadi feronikel nilainya naik hingga 10 kali lipat.
Nilai nikel kian meroket sampai 19 kali lipat apabila feronikel diolah menjadi stainless steel. Begitu pula bijih bauksit yang diolah dan dimurnikan menjadi alumina, akan bernilai delapan kali lipat. Alumina yang ditingkatkan menjadi aluminium akan bernilai hingga 30 kali lipat dibandingkan dengan saat masih berupa bijih bauksit. Selain itu, hilirisasi bisa mengatasi masalah defisit transaksi berjalan Indonesia. Sayangnya, sejak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 disahkan, kepatuhan terhadap hilirisasi tidak pernah benar-benar ditegakkan.
Imbasnya, banyak perusahaan tambang yang terlambat membangun smelter. Ekspor bijih nikel saat ini menyumbang sekitar 0,4 persen dari total ekspor dan perkiraan kami nilai ekspor akan berkurang sekitar 65 juta dollar AS setiap bulan (atau setara 0,78 miliar dollar AS per tahun).
Namun, jumlah ini relatif kecil dibandingkan total ekspor keseluruhan Indonesia yang lebih dari 180 miliar dollar AS setiap tahun. Baca juga: Dipercepat, Pemerintah Resmi Larang Ekspor Bijih Nikel Hilangnya pendapatan ekspor dari bijih nikel tak signifikan walau tetap berdampak pada meningkatnya defisit transaksi berjalan secara langsung. Dampak hilangnya ekspor bijih nikel itu juga hanya akan berlangsung dalam jangka pendek.
Dalam jangka panjang, ekspor produk hilir bijih nikel dengan nilai tambah yang lebih tinggi akan mampu membawa dampak positif pada transaksi berjalan Indonesia. Sebagai contoh, larangan ekspor mineral (termasuk nikel) 2014-2017 turut berdampak pada turunnya ekspor bijih nikel Indonesia sekitar 1,5 miliar dollar AS per tahun.
Namun, ekspor produk hilir bijih nikel meningkat signifikan seiring kenaikan investasi pada industri terkait. Khususnya ekspor produk besi dan baja yang melesat dari 1,1 miliar dollar AS di 2014 menjadi 5,8 miliar dollar AS di 2018. Sementara defisit neraca perdagangan besi dan baja menjadi lebih terkendali, terlepas adanya peningkatan impor besi dan baja untuk pembangunan infrastruktur pada periode yang sama.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Indonesia Raja Nikel Dunia, Puluhan Tahun Hanya Ekspor Bijih Mentah", https://money.kompas.com/read/2019/12/15/123615726/indonesia-raja-nikel-dunia-puluhan-tahun-hanya-ekspor-bijih-mentah?page=all. Penulis : Muhammad Idris Editor : Muhammad Idris
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.