Industri Smelter Desak Keran Ekspor Minerba Jangan Dibuka
Pelaku industri smelter mengaku resah dengan keinginan pemerintah melonggarkan atau melakukan relaksasi kebijakan ekspor mineral mentah. Pengusaha takut investasi sebesar 12 miliar dolar AS atau Rp 158 triliun yang selama ini digelontorkan untuk pembangunan smelter akan sia-sia.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Prihadi Santoso mengatakan, relaksasi ekspor mineral mentah akan membuat iklim investasi bakal berantakan. Ujungnya, wacana tersebut bakal merugikan pengusaha smelter.
"Kami saat ini resah karena perusahaan dan investor yang sudah membangun pabrik pemurnian (smelter) kembali memikirkan keekonomian jangka panjang smelter tersebut karena terancam oleh relaksasi ekspor," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Ia mengatakan, masih menunggu pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai masalah ini. "Kami menganut pada pernyataan RI 1. Kami tunggu perkembangannya seperti apa," ungkapnya.
Ia berharap, pemerintah tetap menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) untuk tidak mengekspor mineral mentah sebelum membangun smelter. "Jangan sampai cuma karena satu dua perusahaan ingin ekspor, investasi smelter sebesar 12 miliar dolar AS jadi sia-sia," cetusnya.
Saat ini, asosiasi tengah berkoordinasi dengan anggota guna menyikapi wacana relaksasi ini. "Kami saat ini tengah berkoordinasi bagaimana agar wacana ini tidak menguntungkan beberapa pihak saja," tukasnya.
Wakil Ketua Umum AP3I Jonathan Handjojo mengungkapkan, relaksasi ekspor minerba akan berdampak buruk terhadap program hilirisasi komoditas tambang. "Relaksasi ekspor tidak akan berdampak positif terhadap hilirisasi," ujarnya.
Ia mengingatkan, agar pemerintah mempertimbangkan lebih matang sebelum memberikan relaksasi ekspor kepada perusahaan tambang. "Kebijakan ini tidak akan banyak membantu perusahaan tambang untuk mendapatkan pendanaan dari pasar," tuturnya.
Menurutnya, kebijakan ini tidak adil bagi perusahaan yang sudah membangun smelter jika keran ekspor mineral mentah kembali dibuka. Apalagi, saat ini sudah ada 24 smelter telah selesai dibangun dan belasan proyek tengah dalam progres.
"Sudah 24 smelter sejak 2012. Mereka serius bangun dan telah selesai dan itu sebagian besar asing," ujar Jonathan.
Menurut Jonathan, alasan pemerintah akan melakukan relaksasi karena banyak perusahaan smelter yang kehabisan dana saat pembangunan tidak masuk akal. "Relaksasi ini alasannya kurang bisa diterima akal sehat," jelasnya.
Ia mengungkapkan, investor pasti menyiapkan dana yang cukup sebelum membangun smelter. "Itu kan dana yang sudah tersedia. Masak di tengah jalan diekspor karena butuh dana. Dia mau sungguh-sungguh buat apa nggak," papar Jonathan.
Ia menambahkan, revisi UU Minerba akan membuat Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki ketidakpastian hukum. Karena dalam waktu beberapa tahun, bisa melakukan revisi atas UU.
"Apa kata dunia, Indonesia mudah ubah UU. Kalau begitu ceritanya, Indonesia dipermalukan. Siapa yang usul, tidak ada satupun dari kami," tukasnya.
Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, relaksasi diberikan lantaran proyek smelter belum signifikan. Ada yang pencapaian proyek hanya 35 persen, bahkan ada yang sudah berhenti pembangunannya.
"Berhentinya (proyek) karena cash flow-nya. Dengan kita melihat secara adil, memberikan relaksasi ini, dalam tenggat waktu tertentu saya kira akan membuat kita juga bagus," kata Luhut.
Ia menuturkan, pemerintah memiliki andil terkait terlunta-luntanya pembangunan smelter di dalam negeri. Penyebabnya ialah aturan pelaksana UU Minerba baru diterbitkan pada 2014. Padahal UU Minerba sudah disahkan pada 2009.
"Ketika amanah Undang-Undang Minerba mulai berlaku di 2014 kondisi harga komoditas menurun dan berpengaruh pada pembangunan proyek smelter," tuturnya.
Luhut memastikan, UU Minerba teranyar dapat rampung tahun ini. "Kita sepakat revisi Undang-Undang Minerba Desember tahun ini harus selesai," katanya. ***
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.