Jakarta - Dalam rapat di Kementerian ESDM kemarin, Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan telah memfinalisasi revisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (PP 1/2014).
Dalam PP 1/2014, relaksasi ekspor konsentrat dibatasi sampai 11 Januari 2017 dan setelah itu hanya mineral yang telah melalui proses pemurnian yang bisa diekspor, tidak ada lagi ekspor konsentrat alias mineral setengah jadi yang masih terhitung mentah juga. Tujuannya ialah mendorong hilirisasi mineral yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri.
Tapi aturan ini direvisi karena Luhut ingin memperpanjang relaksasi ekspor konsentrat antara 3 sampai 5 tahun sejak PP baru diberlakukan. Aturan baru rencananya disahkan dalam waktu dekat, artinya pelonggaran bakal diberlakukan sampai 2021.
Tak hanya konsentrat saja, Luhut juga ingin membuka keran ekspor beberapa jenis mineral mentah yang belum diolah sama sekali, misalnya biji nikel dengan kadar di bawah 1,8%.
Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Aryono, menerangkan bahwa pihaknya mempertimbangkan untuk mengizinkan kembali ekspor biji nikel berkadar rendah karena belum ada investor yang mau membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) untuk komoditas tersebut.
"Untuk saat ini belum ada yang mau membangun smelternya (nikel kandungan di bawah 1,8 persen)," ujar Bambang saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (5/10/2016).
Dia menambahkan, pembukaan ekspor biji nikel berkadar di bawah 1,8% bukan atas dasar permintaan dari salah satu BUMN pertambangan. "Jangan dikait-kaitkan dengan 1 perusahaan, kita membuat aturan untuk semua," ucapnya.
Selain nikel, Bambang juga mempertimbangkan untuk membuka keran ekspor berbagai jenis mineral mentah (ore) lainnya. "Pada prinsipnya bukan hanya nikel, semuanya dipertimbangkan, semua dievaluasi. Nggak tau hasilnya nanti bagaimana," cetusnya.
Di sisi lain, ESDM juga tak mau investor yang sudah membangun smelter dirugikan. Karena itu, pembukaan ekspor mineral mentah tidak akan dilakukan sembarangan. "Itu jadi pertimbangan juga (kepentingan pengusaha smelter)," pungkasnya. (dna/dna)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.