Investasi Besar, Freeport Cari Mitra Bangun Smelter
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Freeport Indonesia tengah mencari mitra untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter). Keberadaan mitra diharapkan dapat membantu meringankan besaran investasi yang harus dikeluarkan perusahaan.
"Kami harapkan segera ada mitra," ujar Riza di sela acara buka bersama dengan awak media di Jakarta, Rabu (8/5) malam.
Ia menjelaskan biaya yang akan dikeluarkan untuk membangun smelter keduanya berdasarkan perkiraan terkini perusahaan berada di kisaran US$2,8 miliar. Angka itu meningkat dari prediksi yang pernah diungkap perusahaan beberapa tahun lalu yang hanya berkisar US$2 miliar hingga US$2,2 miliar.
"Sejauh ini, investasi akan berasal dari kas internal," ujarnya.
Riza mengungkapkan pada smelter pertamanya di Indonesia, perusahaan telah menggandeng konsorsium perusahaan Jepang yang dikomandani Mitsubishi untuk membentuk PT Smelting Gresik. Freeport menguasai 25 persen saham Smelting dan 75 persen saham sisanya dikuasai oleh konsorsium yang terdiri dari Mitsubishi Materials, Mitsubishi Corporation Unimetal Ltd dan Nippon Mining and Metals Co. Ltd.
Sejak 1998, Smelting telah mengolah konsentrat tembaga dan emas yang dihasilkan oleh tambang Freeport di Papua. Konsentrat yang dikelola Smelting berkisar 1 juta ton per tahun atau sekitar 40 hingga 50 persen produksi perusahaan per tahun. Hasil olahan smelter yang berupa lempeng katoda baru sebagian yang diserap di dalam negeri untuk diproses menjadi kabel. Sisanya, lempeng tersebut diekspor maupun digunakan langsung oleh Mitsubishi.
Menurut dia, mitra sebaiknya juga bergerak di sektor industri olahan lanjutan dengan demikian produk yang dihasilkan smelter nantinya bisa langsung diserap. Terlebih, saat ini jumlah smelter di dunia saat ini sudah berlebih. Lihat juga: Smelter Freeport Baru Terbangun 3,86 Persen Per Februari 2019
Hingga kini, Freeport belum mendapatkan mitra untuk proyek keduanya. Kendati demikian, ia meyakinkan kalaupun tidak ada mitra yang berminat, perusahaan akan tetap konsisten membangun smelter yang ditargetkan beroperasi pada 2022. Hal itu sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) di mana perusahaan pertambangan wajib melakukan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah produk pertambangan.
"Kalau tidak ada mitra, kami tetap bangun," ujarnya.
Rencananya, smelter dengan kapasitas 2 juta ton itu akan dibangun di Gresik, Jawa Timur. Gresik dipilih karena dianggap paling efisien dari sisi biaya mengingat sudah ada industri semen yang dapat menyerap sisa olahan smelter serta kapasitan pembangkit listrik yang memadai.
Adapun progres proyek pembangunan smelter kedua perusahaan per akhir Februari 2019 lalu baru 3,86 persen dari kegiatan penyiapan konstruksi. Lambannya progres salah satunya disebabkan oleh penggantian teknologi yang akan digunakan yaitu dari teknologi Mitsubishi menjadi teknologi perusahaan asal Finlandia Outotec.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.