Investasi Pabrik Lithium Rp 44 T Terganjal Kajian Amdal
Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana pembangunan pabrik baterai lithium US$ 3,2 miliar atau setara Rp 44,8 triliun di kawasan Morowali masih terhambat soal kajian dampak lingkungan dan antisipasi limbah atau amdal, yang sampai saat ini belum rampung.
Kajian Amdal ini tengah dibahas bersama antara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Masalah lithium baterai masalah SPAL dan limbahnya, tadi kita finalisasi kita harap tanggal 18 Desember, selama satu bulan ini kita kerja terus. Proses pengurangan limbah dari smelter nikel," ujar Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Senin (18/11/2019). Luhut menegaskan aturan ini tengah dikebut agar sebelum akhir tahun bisa mulai ground breaking untuk pabrik dan investasi segera cair.
Menteri KLHK Siti Nurbaya menegaskan pihaknya mengantisipasi agar pabrik smelter lithium ini nantinya tidak menjadi penampungan baterai bekas untuk diolah kembali. "Undang-undang kita kan tidak boleh limbah masuk ke dalam negeri, kalau mau masuk material sebagai bahan baku sudah harus yang diolah. Tapi bukan limbah,"ujarnya.
KLHK menegaskan untuk bahan baku smelter harus berupa baterai yang sudah diolah jadi material, bukan baterai bekas lagi. Ini nanti akan diatur oleh Kementerian Perdagangan untuk dibuat kode HS-nya.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menyatakan sudah ada beberapa investor yang bakal berinvetasi membangun pabrik baterai lithium di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah.
Nilai invetasinya diperkirakan mencapai US$ 3,2 miliar atau setara Rp 44,8 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.000 per US$. Beberapa investor tersebut di antaranya adalah Volkswagen (VW), Audi dan Mercedes-Benz.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengutarakan, target peletakan batu pertama (ground breaking) akan dilaksanakan akhir tahun ini.
Luhut menyatakan, tujuan dari adanya pabrik tersebut, agar bijih nikel domestik tak lagi dieskpor secara mentah ke luar negeri. Hal ini juga diperkuat dengan regulasi pemerintah yang mempercepat larangan ekspor bijih nikel.
"Jadi nanti dari itu kita bisa ekstrak 98,5 persen lithiumnya, sehingga nanti akan mengurangi kita mengambil nikel ore, membuat kita lebih sustain," kata Luhut menambahkan.
Selain itu, investasi pengembangan pabrik lithium ini juga selaras dengan keseriusan pemerintah mengembangkan kendaraan listrik di tanah air.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.