Bisnis.com, JAKARTA - PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO) menyatakan investasi pertambangan dan smelter di Pulau Sebuk terganjal izin dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang hingga kini belum keluar.
Direktur Operasi SILO Henry Yulianto mengaku tidak tahu alasan Pemprov Kalsel menahan izinnya. Menurutnya, sejak SILO beroperasi pada 2004 hingga 2016, tidak pernah ada kendala perizinan termasuk dari Pemprov Kalsel.
"Namun, sejak 2016, izin kami sepertinya dihambat. Kami tidak tahu kenapa bisa seperti ini," katanya melalui keterangan resmi, Kamis (2/1/2018).
Dia mengungkapkan pada 24 Oktober 2016 pihaknya telah mengirimkan surat kepada BP DASHL Barito yang ditembuskan ke Dinas Kehutanan Pemprov Kalsel perihal permohonan calon lokasi rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS). Namun, belum ada tanggapan.
Adapun permohonan pemprov tersebut diperlukan untuk memenuhi permintaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sesuai surat No. 59/1/IPPKH/PMDN/2016 tertanggal 5 September 2016.
"Surat KLHK itu mewajibkan SILO menyampaikan peta lokasi rencana penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai," tuturnya.
Henry mengatakan tidak diprosesnya permohonan oleh Pemprov Kalsel menyebabkan perusahaan menghentikan kegiatan operasional yang berimbas pada perumahan karyawan dan akan berlanjut pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
Adapun dalam satu tahun terakhir karyawan sudah berkurang 300 orang dan tidak menutup kemungkinan 500 karyawan yang kini masih aktif mengalami hal yang sama.
Dari sekitar 500 karyawan yang 74% merupakan warga Pulau Sebuku hanya menerima gaji dan sudah tidak bekerja. Kondisi tersebut, menurut Henry, berdampak langsung kepada masyarakat Pulau Sebuku karena selama ini warga setempat mengandalkan pendapatan dari pengoperasian SILO.
"Tidak beroperasinya SILO selain meresahkan karyawan, juga warga setempat yang menggantungkan ekonominya dari kami. Dari sekitar 5.000 warga Sebuku, 3.000 waga di antaranya tergantung dari operasi SILO," katanya.
Sebagai informasi, SILO yang beroperasi di Pulau Sebuku, Kalsel, memiliki izin usaha pertambangan (IUP) bijih besi seluas 12.000 hektare (ha).
Saat ini, perusahaan tengah membangun empat smelter dengan kapasitas input total 6,3 juta ton bijih besi dan output berupa sponge ferro alloy sebanyak 2,2 juta per tahun.
Keseluruhan smelter dengan nilai investasi US$180 juta tersebut ditargetkan rampung 2021. Sambil menunggu proyek keseluruhan selesai, SILO memproduksi konsentrat dari satu unit smelter yang ada.
Pengoperasian satu smelter tersebut kini terhenti dan berdampak pada perusahaan, karyawan, dan warga sekitar.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.