Jokowi Disarankan Tak Longgarkan Izin Ekspor Minerba
Selama ini Indonesia terlena mengekspor komoditas tambang secara besar-besaran ketika harganya masih tinggi.
Komite Ekonomi dan Industri Indonesia (KEIN) menolak rencana pemerintah untuk memberikan pelonggaran atau relaksasi terhadap izin ekspor mineral dan batu bara (minerba). Sebab, proses hilirisasi harus dikedepankan untuk menciptakan nilai tambah bagi komoditas tambang ini, yaitu dengan membangun pabrik pengolahan dan pemurinian mineral atau smelter. Ketua KEIN Soetrisno Bachir mengatakan relaksasi izin ekspor minerba bertentangan dengan semangat penciptaan nilai tambah bagi produk pertambangan. Oleh karena itu, KEIN mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo untuk menolak rencana tersebut. "KEIN sangat tidak setuju dengan rencana relaksasi ekspor mineral dan batu bara," kata Soetrisno kepada Katadata usai acara Workshop Media, di Hotel Novotel, Bogor, Minggu, 14 Agustus 2016. Menurutnya, pelonggaran izin ekspor minerba dapat membuat proses hilirisasi tidak berjalan. Walau, di sisi lain dia membenarkan bahwa pada awal larangan ekspor akan berdampak pada berkurangnya penerimaan negara dari sektor ini. Namun dia yakin, pada beberapa tahun kemudian, industri minerba dapat meningkatkan ekspor dengan nilai tambah yang lebih tinggi. "Jika barang harga Rp 1.000, ditambah proses dengan biaya Rp 1.000, harganya bisa menjadi Rp 10.000 atau bisa Rp 20.000," ujar Soetrisno.
Selama ini, dia melanjutkan, Indonesia terlalu terlena dengan menjual komoditas tambang ke luar negeri secara besar-besaran. Hal tersebut dilakukan ketika harga komoditas masih tinggi. Kini, langkah tersebut justru menjadi bomerang bagi Indonesia di saat harga komoditas terpuruk.
Kebiasaan mengekspor bahan baku inilah yang kemudian menjadikan Indonesia melupakan proses hilirisasi. Padahal, ada keuntungan yang sangat besar apabila hal tersebut melaui proses hilirisasi. (Baca: Kementerian Audit Smelter Timah, Empat Unit Mencurigakan).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan pemerintah sedang menimbang untuk melonggarkan kebijakan ekspor mineral dan batubara. Keringanan hanya diberikan bagi perusahaan yang sudah membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral.
Namun Darmin menegaskan bahwa rancangan tersebut masih dikaji dengan pengusaha pertambangan yang tengah membangun smelter. Rencananya, perusahaan diizinkan ekspor bila pembangunan smelter sudah mencapai minimal 30 persen. (Baca: Menteri ESDM Akan Jamin Kepastian Hukum Bagi Freeport).
"Kami masih duduk sama-sama para pengusaha pertambangan yang membangun smelter. Saya belum bisa menjawab iya atau tidak. Tapi memang itu salah satu yang sedang kami kaji," kata Darmin di kantornya usai bertemu Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.