Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengaku dibanjiri keluhan dari investor fasilitas pemurnian mineral (smelter) pasca pemerintah melonggarkan relaksasi ekspor mineral melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 6 Tahun 2017 yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017.
Sayangnya, Kepala BKPM Thomas Lembong enggan menyebut jumlah keluhan yang masuk melalui instansinya. Ia pun tak mengelak jika sebagian besar investor yang protes adalah investor asal China, mengingat mereka paling banyak menanamkan modalnya di pembangunan smelter pada tahun 2016.
Menurut data BKPM, realisasi investasi industri logam dasar pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp64,9 triliun, atau 10,6 persen dari total realisasi investasi sebesar Rp612,8 triliun.
Sektor tersebut menjadi penyumbang terbesar realisasi investasi terbesar ke-dua setelah industri kimia dasar, barang kimia, dan farmasi dengan nilai Rp69,6 triliun, atau 11,3 dari realisasi ivestasi.
"Ya cukup banyak keluhan dari investor smelter terkait implementasi peraturan tersebut. Tapi kami sebisa mungkin menangani dengan baik keluhan yang datang," jelas Thomas, Rabu (25/1).
Lebih lanjut ia menerangkan, setiap kebijakan pemerintah tentu tidak bisa memuaskan setiap golongan. Ia pun menyadari bahwa semangat pengusaha smelter akan kendor pasca pemberlakuan kebijakan ini, mengingat bahan bakunya akan berkurang gara-gara Izin Usaha Pertambangan (IUP) memilih untuk mengekspor produksinya.
"Tapi keputusan ini sudah ditetapkan, kami mendukung itu. Sepenting apapun investasi, tapi ini bukanlah segala-galanya. Pasti segala kebijakan pemerintah sudah diperkirakan untung ruginya," katanya.
Maka dari itu, ia memastikan pemerintah bisa mengompensasi dampak negatif implementasi pelaksanaan relaksasi ekspor mineral dengan cara lain. Beberapa kompensasi yang dianggap bisa menenangkan investor, lanjutnya, terdiri dari penurunan harga gas, meningkatkan produktivitas dan kompetensi tenaga kerja, dan melakukan efisiensi arus logistik.
"Semoga ada perkembangan positif di dalam operasional smelter dengan kompensasi yang diberikan. Yang kami lakukan adalah dengan mengurangi dampak negatif dari pelaksanaan kebijakan itu," tutur Thomas.
Sebagai informasi, pemerintah tetap memperbolehkan perusahaan tambang untuk melakukan ekspor mineral mentah hingga lima tahun mendatang, sesuai Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2017.
Perusahaan tambang masih diperbolehkan ekspor asal membangun smelter dalam jangka lima tahun, dikenakan bea keluar khusus, dan mengubah status menjadi IUP Khusus jika izin perusahaan tambang sebelumnya berupa Kontrak Karya (KK).
Sebelumnya, BKPM menyebut bahwa relaksasi ekspor mineral ini berpotensi membuyarkan 151 rencana investasi di bidang smelter yang masuk ke BKPM sejak Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 diberlakukan hingga semester I 2016. Secara lebih rinci, angka itu terdiri dari Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar US$8 miliar dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dengan nilai Rp8,8 triliun. (gir)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.