Menteri ESDM Ignasius Jonan beberapa waktu lalu mengungkapkan, tujuan utama PP 1/2017 adalah meningkatkan penerimaan negara, mendorong investasi, dan membuka lapangan pekerjaan.
Menurut Jonan, relaksasi ekspor mineral tidak melanggar Undang-Undang Minerba. Soalnya, dalam UU itu, perusahaan tambang berstatus izin usaha pertambangan khusus operasi produksi (IUPK OP) boleh mengekspor konsentrat dan tidak ada batas waktu yang mengikat, dengan catatan harus membangun smelter dalam lima tahun.
“Kami memantau setiap enam bulan. Yang terlambat bangun smelter akan ditindak,” tegas dia.
Menteri ESDM menambahkan, perusahaan tambang yang ingin tetap mengekspor mineral mentah atau olahan harus mengubah status dari kontrak karya (KK) menjadi IUPK OP. “Pemegang KK yang tidak mengubah statusnya menjadi IUPK OP hanya boleh mengekspor mineral yang sudah dimurnikan,” papar dia.
UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) Pasal 102 dan 103 menyatakan, perusahaan minerba wajib mengolah dan memurnikan hasil penambangan di dalam negeri agar memberikan nilai tambah terhadap perekonomian nasional. Sedangkan Pasal 170 mewajibkan seluruh pemegang KK yang sudah berproduksi melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU Minerba diundangkan pada 2009.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.