Selain mengawasi masalah minyak dan gas bumi (migas), Komite Eksplorasi Nasional (KEN) berencana akan memperluas lingkup kerjanya di sektor minerba dan panas bumi. Oleh karena itu, KEN mengusulkan empat poin untuk mengatasi permasalahan Pembangkit Listrk Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang (MT).
Menurut Ketua KEN, Andang Bachtiar, poin yang pertama akan berkonsentrasi dengan transparansi harga antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PT PLN (Persero), dan pengusaha batu bara.
"Pertama, dalam menentukan biaya penambangan perlu dikedepankan konsep transparansi harga antara Kementerian ESDM, PLN, dan pemasok batu bara," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta.
Andang melanjutkan, poin kedua, KEN mengusulkan penentuan biaya penambangan batu bara sebaiknya dilakukan oleh konsultan independen yang telah disetujui oleh ESDM dan PLN. Hal itu dinilai akan meminimalisir perdebatan yang kerap terjadi antara Kementerian ESDM dan PLN.
"Mengingat perdebatan ESDM dan PLN berawal dari harga mulut tambang di Sumatera yang didasarkan atas usulan biaya penambangan dari pihak pelaku tambang atau calon pemasok secara langsung," tuturnya.
Poin yang ketiga, tambahnya, terkait dengan pendekatan kepemilikan terintegrasi antara PLTU Mulut Tambang baik PLN maupun pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) yakni 10 persen sampai 30 persen.
"Dan keempat, KEN mengusulkan revisi pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 Tahun 2016," imbuhnya.
Secara detil, dirinya mengungkapkan, beberapa poin yang harus direvisi dalam Permen tersebut adalah untuk jarak antara PLTU Mulut Tambang dan wilayah tambang maksimal 20 kilometer (overregalated). Hal itu dikatakannya, karena kebijakan ini dinilai terlalu teknis.
Kemudian, lanjutnya, untuk PLTU skala kecil yakni 7 megawatt (mw) sampai 25 mw dengan kebutuhan batu bara hanya mencapai 35.000 ton sampai 125.000 ton per tahun. Penetapan harga batubaranya menggunakan biaya plus dengan margin 15 persen hingga 25 persen yang ditetapkan melalui konsultan.
"Untuk PLTU berskala besar yakni kapasitas 100 mw sampai 1.000 mw, harga batu bara dilakukan business to business,namun kontrol terhadap konservasi tetap menjadi kontrol ESDM," tandasnya. [us]
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.