JAKARTA - Sejumlah pengamat mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawasi korupsi dalam relaksasi ekspor bahan tambang mentah. Hal ini setelah adanya permintaan perpanjangan Peraturan Pemerintah dalam relaksasi ekspor bahan tambang mentah.
Pengamat menilai hal tersebut sangat rawan dengan dugaan suap menyuap. Praktik ini disinyalir dilakukan perusahaan-perusahaan tambang yang belum memiliki pabrik smelter atau pabrik untuk proses mineral tambang di Indonesia, kepada pemerintah Joko Widodo dalam hal ini Kementerian ESDM.
Direktur Eksekutif IDE MiGas Watch, Widodo Saktianto mengatakan, KPK selama ini memiliki program untuk membersihkan para mafia pertambangan di kantor Kementerian ESDM. "KPK harus benar-benar mengawasi pratik suap dan gratifikasi dalam perpanjangan relaksasi ekspor mineral tambang mentah," kata dia kepada wartawan di Jakarta, Kamis (15/12/2016). Selain itu, dari data Indonesia Development Mining and Gas Watch mencatat bahwa pihak yang diberi izin perpanjangan ekspor mineral tambang mentah baru Freeport Indonesia dan Vale Mining Indonesia.
Dia mengaku sejalan dengan pernyataan Kepala Bappenas yang tidak setuju dengan perpanjangan ekspor bahan mentah mineral. Kondisinya saat ini Indonesia banyak sekali diminta negara asing untuk mengekspor hasil tambangnya dengan tawaran nilai tambah yang cukup menggiurkan. "Tawaran-tawaran tersebut tidak terlepas dari agenda politik yang sudah tersusun rapi," ujarnya. Namun, jika kondisi tersebut tidak disikapi secara bijak oleh Indonesia, maka kondisi penjajahan di zaman Belanda kembali dirasakan saat ini. "Kalau Indonesia kerjaannya gali tambang lalu hasilnya diekspor, maka sampai kapan pun Indonesia tidak akan maju. Negara yang tergantung pada sumber daya alam, maka negara itu akan acak-acakan," tegasnya. Karena itu, IDE MIGAS Watch mendesak agar Presiden Joko Widodo jangan meniru kebijakan sebelumnya yang melahirkan UU Minerba tahun 2009. Aturan tersebut melarang ekspor mineral mentah hasil tambang sejak empat tahun UU diresmikan namun malah 2014 di akhir pemerintahan mengeluarkan PP relaksasi ekspor mineral mentah hasil tambang. "Jadi, jelas ini pelanggaran konstitusional dan banyak pratik suap di Kementrian ESDM saat itu untuk PP tersebut," ucap dia. Saat ini Presiden Jokowi punya visi Trisakti dan Nawacita. Maka IDE MIGAS Watch memohon agar Jokowi tidak mengeluarkan peraturan relaksasi ekspor yang melanggar UU Minerba. Hal ini sekaligus memberikan keadilan bagi perusahaan dan pengusaha mineral tambang yang sudah membangun pabrik smelter dengan biaya besar. "Karena relaksasi ekspor akan merugikan mereka yang sudah membangun smelter serta mengancam pasokan ore ke mmelter mereka," imbuh Widodo.
Menanggapi soal adanya dugaan suap izin perpanjangan relaksasi ekspor mineral tambang, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, sejauh ini belum ada laporan yang masuk kepada KPK. "Nanti kita akan cek apakah sudah ada laporanya belum atau sudah," kata Febri. Namun, saat ditanyakan soal keterlibatan KPK dalam mengawasi perpanjangan izin relaksasi ekspor mineral, Febry mengaku KPK akan selalu mengawasi terkait kebijakan soal energi dan nota kesepakatan dan izin yang dikeluarkan Kementerian ESDM agar tidak ada celah bagi pihak yang melakukan korupsi atau suap. "KPK akan bertindak tegas bagi pelaku yang ingin melakukan penyuapan dan KPK juga meminta agar izin perpanjangan relaksasi ekspor mineral secara transparan," tuturnya. Sementara, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (Iress) Marwan Batubara mengatakan, Jokowi menginginkan peraturan relaksasi ekspor yang baru memiliki Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang jelas dan tidak merugikan semua pihak dan bebas dari kepentingan.
Marwan menegaskan, jangan sampai peraturan relaksasi ekspor yang baru melanggar UU Minerba, dan lebih mementingkan pihak-pihak tertentu serta agenda politik, daripada kepentingan masyarakat.
"Kita minta perpanjangan izin ekspor relaksasi mineral harus transparan, jangan sampai ada pihak yang mengambil keuntungan atas tawar-menawar perpanjangan izin ekspor mineral tersebut," kata Marwan, hari ini. Menurutnya, KPK harus mengawasi secara menyeluruh terkait tawar-menawar perpanjangan izin ekspor relaksasi mineral agar tidak dimasukin kepentingan dari luar yang sengaja untuk mengambil keuntungan sepihak dan berpotensi merugikan negara. "Untuk menghindari terjadinya praktik suap dan korupsi dalam lembaga Kementerian ESDM terkait perpanjangan izin ekspor mineral, maka KPK perlu dilibatkan untuk mengawasinya," jelasnya. Dia berharap KPK saat ini harus lebih bertaring dalam melakukan penindakan kasus korupsi di energi yang rawan penyalahgunaan kewenangan dan praktik suap serta celah korupsi.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.