JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa ambruknya harga nikel bukan diakibatkan karena dibukanya keran ekspor. Karena sebelum dibuka harga nikel sudah cenderung fluktuatif.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Susigit mengatakan bahwa pihaknya tidak dalam kapasitas menjaga harga. Pasalnya, sebelum ekspor ore nikel dibuka harga juga sudah cenderung fluktuatif.
"Karena nikel kan bisa dari China dan Fillipina. Jadi kita belum keluarkan ekspor saja harga sudah fluktuatif," terangnya kepada KONTAN, Minggu (9/7).
Ia juga mengatakan kegiatan ekspor mineral sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 01/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dengan kewajiban, perusahaan yang ekspor wajib membangun smelter dan membayar bea keluar.
Asal tahu saja, Kementerian ESDM pada pekan lalu telah memberikan rekomendasi ekspor ore nikel sebanyak 2,3 juta ton kepada PT Ceria Nugraha Indotama.
"Mereka berkomitmen membangun smelter dengan kapasitas 5 juta ton. Dan membayar bea keluar 10%. Kalau dalam enam bulan tidak ada progres ya izin ekspornya di stop," tandasnya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.