Kebijakan Baru PP 37 Tahun 2018 Berpotensi Menurunkan Pendapatan Negara dari Freeport
JAKARTA – Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan baru tentang perpajakan dan pendapatan negara bukan pajak di bidang usaha pertambangan mineral melalui Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Mineral.
Bagi pemerintah, ketentuan ini untuk memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha pertambangan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan PNBP. Salah satu hal yang disorot adalah ketentuan tersebut akan sangat berpengaruh pada pajak dan PNBP PT Freeport Indonesia karena adanya perubahan yang diatur dalam PP 37 Tahun 2018.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi & Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar mengatakan, terdapat perubahan Tarif Pajak Penghasilan Badan untuk pemegang IUPK yang merupakan perubahan dari KK sebesar 25%, padahal dalam Kontrak Karya Freeport sebesar 35%, artinya menurun 10% dari besar persentase yang ditentukan dalam KK.
Namun demikian terdapat ketentuan dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c dan huruf f yang menentukan terdapat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar 4% dan bagian pemerintah daerah sebesar 6% dari keuntungan bersih, yang 6% ini untuk pemerintah provinsi mendapatkan 1%, pemerintah kabupaten/kota penghasil mendapatkan 2,5%, dan sisanya 2,5% untuk pemerintah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang sama. Ketentuan PNBP 4% dan bagian pemerintah daerah 6% ini tidak ada sebelumnya di KK yang dimaksudkan untuk kompensasi penurunan PPh Badan tersebut.
“Kalau kita lihat, seakan-akan tidak ada perubahan pajak Freeport karena tetap sama dengan jumlah 35%, karena PPh Badan turun 10% dari 35% menjadi 25% dan terdapat PNBP serta bagian pemerintah daerah yang kalau dijumlah sebesar 10%, sehingga tetap totalnya 35%,” ujar Bisman kepada wartawan di Jakarta, Selasa (14/8).
Namun demikian, kata Bisman, hasilnya pendapatannya bagi negara berbeda dan menjadi turun, karena PPh Badan yang sebelumnya 35% sekarang menjadi 25% sesuai dengan ketentuan perpajakan dikenakan untuk penghasilan kotor/bruto, sedangkan PNBP 4% dan bagian pemerintah daerah 6% sesuai Pasal 15 ayat (3) PP 37 Tahun 2018 tersebut dikenakan dari keuntungan bersih dan setelah dikurangi PPh Badan, yang tentunya jumlahnya yang menjadi PNBP dan bagian pemerintah daerah akan lebih kecil.
“Jadi kalau ditotal pendapatan negara dengan PP baru ini tidak meningkat bahkan menjadi turun,” tuturnya.
Dalam hal ini, lanjut dia, pemerintah dan negara pasti dirugikan dan Freeport diuntungkan, padahal sesuai dengan HOA dan kesepakatan Pemerintah dan Freeport bahwa penerimaan negara secara agregat harus lebih besar dibanding penerimaan yang ditentukan dalam KK.
“Jadi dengan terbitnya PP 37 Tahun 2018 tersebut lagi-lagi merupakan fasilitas untuk Freeport dan kerugian bagi negara,” pungkasnya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.