Kemendag Tegaskan Pelarangan Ekspor Nikel Bukan Retaliasi Dagang
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan pelarangan ekspor bijih mentah (ore) nikel bukan bentuk retaliasi atau tindak pembalasan perdagangan atas diberlakukannya kebijakan diskriminasi sawit melalui Renewable Energi Directive II (RED II) dan Deregulated Regulation.
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga juga menyebut, Indonesia tak melanggar ketentuan perdagangan bebas terkait larangan ekspor nikel. Atas kebijakan Indonesia ini, Uni Eropa menyatakan keberatan telah melakukan gugatan ke World Trade Organization (WTO) dengan nomor registrasi kasus DS592. Sebaliknya, Indonesia juga melayangkan gugatan atas kebijakan RED II dalam waktu yang hampir bersamaan.
Namun demikian, Jerry menegaskan hal itu tidak saling berkaitan. "Perlu ditekankan bahwa usulan waktu konsultasi sawit ini bukan respon reaktif atau retaliasai terhadap gugatan Uni Eropa atas larangan raw material," kata Jerry saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Selasa (7/1). Pemerintah juga berkomitmen untuk mengecam segala bentuk diskriminasi yang menciderai prinsip-prinsip perdagangan bebas.
Di sisi lain, pemerintah justru menyayangkan sikap Uni Eropa yang memberlakukan kebijakan RED II yang dinilai tidak adil. Padahal, selama ini Eropa dikenal sebagai negara yang sering mengadvokasi perdagangan bebas, namun kali ini justru sebaliknya. "Seharusnya Uni Eropa negara yang mengerti, memahami konsep perdagangan bebas harus lebih terbuka bukan berkutat pada kebijakan proteksionisme seperti ini," kata dia.
Pemerintah Indonesia bakal melakukan pelarangan ekspor bijih nikel mulai Januari 2020. Pelarangan ekspor itu dilakukan melalui penerbitan Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Tak terima atas wacana pelarangan tersebut, Uni Eropa resmi mengadukan kebijakan Indonesia kepada WTO bulan November 2019. Komisioner Perdagangan Uni Eropa Cecilia Malmstrom menuding pelarangan ekspor bijih nikel merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk mengembangkan industri stainless steel di dalam negeri secara tidak adil. Hal itu dinilai menciptakan risiko besar bagi sektor baja Uni Eropa. "Terlepas dari upaya bersama kami, Indonesia tetap mempertahankan langkah-langkah ini dan bahkan mengumumkan larangan ekspor baru untuk Januari 2020," katanya seperti dilansir dari Reuters.
Artikel ini telah tayang di Katadata.co.id dengan judul "Kemendag Tegaskan Pelarangan Ekspor Nikel Bukan Retaliasi Dagang" , https://katadata.co.id/berita/2020/01/08/kemendag-tegaskan-pelarangan-ekspor-nikel-bukan-retaliasi-dagang Penulis: Tri Kurnia Yunianto Editor: Ekarina
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.