Kemenperin: Relaksasi Mineral Tambang Tak Ada Hubungannya dengan Smelter
JAKARTA – Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan menegaskan kewajiban meningkatkan nilai tambah pertambangan melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral di dalam negeri tidak terkait dengan kebijakan relaksasi.
“Kita kan ngomong kekurangan dana untuk bangun smelter, terus apa hubungannya sama relaksasi? Ngga ada hubungannya. Orang kalau mau bikin smelter, itu sudah ada kajiannya, nanti pembiayaannya dari mana, pasokan bahan bajunya dari mana?” ujar Putu dalam acara Regional Technical Conference Mineral Processing 2016 yang diselenggarakan Mining Media Internasional di The Westin Hotel, Jakarta, Kamis (22/9).
Menurutnya, seharusnya pembangunan smelter sudah melalui kajian, baik dari segi finansial, Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), teknologi, dan lain sebagainya.
“Masalahnya adalah kekurangan uang untuk bangun smelter. Kenapa arahnya relaksasi? Saya ngga ngerti,” tuturnya.
Sebab itu, kata dia, program hilirisasi seperti diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) sudah baik. Karena, kata dia, dalam UU ini ditegaskan bahwa peningkatan nilai tambah pertambangan melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
“UU Minerba cuma bilang bahwa kita harus meningkatkan nilai tambah melalui pemurnian dan pengolahan. Nah sekarang diterjemahkan, mana yang sampai pemurnian, dan mana yang sampai pengolahan. Dimana, dan kapan. Ini harus diterjemahkan. Ini yang mungkin kurang harmonis,” tambahnya.
Dikatakannya, saat ini pemerintah perlu meninjau kembali peraturan pelaksana dari UU Minerba, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014.
“Tinggal di PP-nya dan aturan pelaksanaannya yang perlu ditinjau kembali,” ungkapnya.
Pelaksana tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya berharap produk hukum pertambangan bisa memberikan dampak bagi positif bagi kepentingan bangsa dan negara.
Dia tidak menginginkan produk hukum pertambangan hanya dinikmati segelintir kelompok atau perusahaan saja. Sebab itu, kata dia, pemerintah sedang mengkaji secara komprehensif Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan peraturan turunannya.
Untuk itu, Pemerintah mengisyaratkan tidak akan merevisi Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Namun, pemerintah akan merevisi aturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.