Kementerian ESDM Akan Pangkas Royalti Nikel Jadi 2 Persen
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan memangkas royalti dari penjualan nikel yang telah melalui proses pemurnian. Jika awalnya royalti dipatok 4 persen dari penjualan, maka Kementerian ESDM meminta royalti diturunkan menjadi dua persen.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot menyebut, selama ini, tidak ada perbedaan royalti antara penjualan bijih dan penjualan mineral yang telah diproses.
Hal ini tertuang di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Namun, akibat besaran royalti yang disamaratakan, investasi pemurnian dan pengolahan seolah-olah menjadi tidak menarik. Padahal, pemerintah juga ingin hilirisasi mineral berjalan dengan baik.
"Memang, seharusnya dua persen, karena kalau 4 persen seolah-olah tidak memberi insentif terhadap pengolahan dan pemurnian. Tidak memberikan rangsangan kepada perusahaan itu untuk mengolah," tutur Bambang di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (22/11) malam.
Ia melanjutkan, kebijakan ini hanya diberlakukan bagi Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang juga memiliki fasilitas pemurnian. Sehingga, perusahaan smelter berbasis Izin Usaha Industri (IUI) dikecualikan dari kebijakan ini.
"Karena kami ingin perusahaan tambang ya bayar royalti. Sedangkan, pengenaan royalti ke perusahaan tambang kan kewenangannya Kementerian ESDM. Ini berlaku bagi PT Vale Indonesia Tbk atau PT Aneka Tambang (Persero) Tbk," katanya.
Namun, untuk mengimplementasikan hal tersebut, pemerintah perlu mengubah ketentuan royalti yang ada saat ini. Oleh karenanya, Bambang bilang, Kementerian ESDM telah mengajukan revisi PP Nomor 9 Tahun 2012.
"Sekarang, kami sedang mengajukan revisi tersebut. Saat ini, sudah sampai di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhukham) untuk ditindaklanjuti," terang dia.
Sebagai informasi, peraturan terkait hilirisasi tambang tercantum di dalam Pasal 103 Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Di dalam beleid itu, disebutkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus (IUPK) wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan dalam negeri.
Sementara itu, tata cara pembangunan smelter tercantum di dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.