LME Tinjau Perdagangan Nikel Setelah Persediaan Turun Tajam
Bisnis.com, JAKARTA -- Bursa London Metal Exchange (LME) tengah meninjau perdagangan di pasar nikel menyusul penurunan persediaan nikel terbesar yang terjadi baru-baru ini.
Mengutip Bloomberg, Kamis (24/10/2019), LME meminta perincian lebih lanjut terkait aktivitas klien dari setiap anggota bursanya yang menurunkan persediaan nikel cukup signifikan sejak 1 September 2019. LME juga meminta anggota untuk mengidentifikasi klien dan alasan bisnis untuk transaksi, serta memastikan tidak ada penyalahgunaan dan perilaku pasar yang tidak sesuai aturan. Baca juga: Dampak Pembatasan Ekspor Nikel, CAD Bisa Tereduksi
LME dapat membuka penyelidikan formal terhadap masalah ini jika menemukan bukti kesalahan potensial.
Seperti diketahui, pasar nikel telah diguncang sejak awal bulan lalu ketika Indonesia memajukan larangan ekspor bijih nikel 2 tahun dari rencana awal, yaitu mulai berlaku pada awal tahun depan. Hal ini meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap krisis pasokan. Baca juga: Akuisisi Saham INCO, Inalum Kantongi Kredit Sindikasi dari Himbara
Sejak pertengahan September 2019, sekitar setengah dari semua persediaan nikel di gudang LME telah ditarik dan kontrak spot diperdagangkan dengan premi terbesar hingga berjangka dalam 12 tahun.
Harga nikel berjangka untuk kontrak 3 bulanan di bursa LME berhasil membuat rekor terbaru dengan menyentuh US$18.060 per ton, tertinggi sejak 2017. Sepanjang tahun berjalan, nikel telah bergerak menguat 55,19 persen. Baca juga: Harga Emas 24 Karat Antam Hari Ini Naik Jadi Rp752.000 per Gram
Dalam pernyataan resmi LME kepada Bloomberg, pihaknya secara aktif akan lebih intens memantau pasar nikel dan mengumpulkan data holistik tambahan sehubungan dengan aktivitas anggota dan klien yang menyebabkan penurunan tajam terhadap persediaan.
“Meskipun kami mencatat bahwa ketatnya pasar mungkin mencerminkan kondisi pasar fisik yang sebenarnya, kami juga memiliki prosedur yang jelas dan kuat untuk memastikan bahwa setiap bukti kesalahan akan menghasilkan proses disipliner,” tulis LME seperti dilansir dari Bloomberg.
Dalam sebulan terakhir, persediaan nikel di gudang LME telah turun tajam sebesar 46,78 persen menjadi 83.694 ton hingga perdagangan Rabu (24/10). Padahal, jaringan gudang LME dirancang sebagai sumber pasokan logam terakhir jika pasar telah mengalami kondisi krisis pasokan.
Tsingshan Holding Group Co. dari China dinilai menjadi dalang di balik rekor penurunan persediaan nikel LME pada awal bulan ini. Tsingshan bekerja sama dengan bank-bank pembiayaan termasuk JPMorgan Chase & Co. untuk melepas logam dari bursa dan diperkirakan telah membeli nikel dengan jumlah antara 30.000-80.000 ton.
Kendati demikian, saat ini, nikel sudah turun lebih dari 8,14 persen sejak mencapai level tertingginya. Pada perdagangan Rabu (23/10), harga nikel di bursa LME ditutup menguat 0,55 persen menjadi US$16.950 per ton, setelah terkapar di zona merah sepanjang 4 perdagangan berturut-turut.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.