Masih rendahnya progres pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) menimbulkan banyak pertanyaan
Seperti diketahui Pemerintah Pusat sejak Januari 2017 lalu telah melakukan upaya dengan mengeluarkan kebijakan izin rekomendasi kepada perusahaan untuk ekspor mineral mentah guna menekan biaya pembangunan smelter. Tapi, progres pembangunan smelternya masih sangat rendah bahkan bisa dikategorikan nihil.
Jika mengacu pada Undang-undang nomor 4 tahun 2009 Pasal 103 dan Pasal 104 bahwa pemerintah baru boleh memberikan izin ekspor bagi perusahaan-perusahaan yang memurnikan seluruh hasil tambangnya di dalam negeri baik dengan membangun smelter sendiri ataupun dengan bekerjasama dengan perusahaan smelter lainnya.
Di Kalimantan Barat diketahui terdapat 3 perusahaan pertambangan yang sudah memanfaatkan kebijakan ekspor oleh Pemerintah diantaranya PT. Laman Mining, PT. Kalbar Bumi Perkasa dan PT Dinamika Sejahtera Mandiri.
“Jadi di Kalbar ini ada 2 perusahaan tambang yang sudah ada smelter yaitu PT. Indonesia Chemical Alumina (Antam Group) dan PT. WHW (Harita Group). Sementara ada 5 perusahaan yang baru merencanakan pembangunan smelter, 3 diantaranya sudah memanfaatkan izin ekspor pemerintah,” ungkap Kepala Bidang Minerba Dinas ESDM Kalbar, Sigit Nugroho.
Sigit enggan mengomentari terkait masih rendahnya progres pembangunan smelter perusahaan tambang di Kalbar sekalipun telah memanfaatkan izin ekspor mineral mentah untuk menekan angka pembangunan smelter.
“Itu sebenarnya ranahnya perusahaan, kenapa tidak bisa ‘kebut’ progresnya. Yang pasti pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan izin ekspor dengan catatan dia membangun smelter, itu sudah jelas,” tukasnya.
Sampai saat ini diakui Sigit, pihaknya juga belum pernah melakukan peninjauan progres pembangunan perusahaan smelter di Kalbar. Sigit berdalih hal tersebut merupakan kebijakan pemerintah pusat.
“Tapi awal tahun 2019 kita berencana akan melakukan peninjauan, agar kita mengetahui juga kesulitan mereka (perusahaan) dimana,” ucapnya.
Mengenai kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang meminta Pemerintah Daerah bersikap tegas terhadap izin usaha pertambangan (IUP) yang tidak memenuhi syarat clean and clear (CnC), Sigit mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan rekonsiliasi IUP Kalbar final sekitar bulan Oktober lalu.
“Jadi, dari 528 IUP minerba di Kalbar, sekarang tinggal 3 perusahaan pertambangan yang bersatus non-CnC yang akan kita cabut yaitu PT. Ketapang Makmur Mandiri, PT. Sumber Agro Lestari dan PT. Gema Nusa Abadi Mineral karena dianggap telah berakhir,” tukasnya.
“Kita juga sifatnya merekomendasikan ke Dinas PMPTSP, jadi nanti dinas yang bersangkutan yang eksekusi,” pungkasnya.
Hal ini juga mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan IUP Minerba, maka IUP yang berstatus non-Clean and Clear (Non-CnC) harus dicabut atau berakhir.
Untuk itu, jika pemegang IUP yang ingin melakukan eksplorasi ternyata tak memenuhi syarat yang ada, Pemda diminta mencegahnya.
Rendahnya realisasi pembangun smelter di Kalbar menimbulkan persepsi bahwa kebijakan pelonggaran ekspor mineral mentah disalahgunakan. Karena setelah jutaan ton nikel dan bauksit diekspor tanpa dimurnikan, tapi tak satupun smelter terbangun.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.