Masuk Akal Saham CITA Diborong di Pasar Nego, Ini Alasannya!
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham penambang bauksit PT Cita Mineral Investindo (CITA) dilego senilai Rp 1,25 triliun hari ini. Apa menariknya emiten yang transaksi sahamnya sepi di pasar regular ini hingga dibeli investor senilai triliunan?
Menurut data pasar yang dikompilasi Tim Riset CNBC Indonesia, transaksi yang berjalan dalam dua tahap tersebut terjadi di pasar negosiasi, yang diduga dilakukan oleh pemegang saham mayoritasnya yakni Grup Harita dengan Glencore International Investment.
Di atas kertas, saham tersebut memang masih murah dengan rasio harga terhadap laba bersih per saham (price to earning ratio/PE) sebesar 7,2 kali. Bandingkan dengan rasio PE Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang di level 19,7 kali.
Secara fundamental, kinerja CITA juga tidak buruk-buruk amat. Laporan keuangan per September menunjukkan pendapatan perseroan senilai Rp 2,78 triliun, melesat 95,45% dari periode yang sama 2018.
Meski demikian, laba bersih perseroan hanya naik 32,98% menjadi Rp 740,5 miliar dari sebelumnya Rp 556,84 miliar. Tidak sampai merugi memang, meski kondisi pasar dunia saat ini dipenuhi ketidakpastian.
Lalu apa yang membuat saham CITA menarik investor? Kita bisa menemukan penjelasannya dalam pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menegaskan ingin mendorong hilirisasi mineral, setelah sebelumnya melarang ekspor bijih nikel.
"Bauksit, batu bara kita ekspor berapa juta ton. Ekspor mentahan raw material semuanya," kata Jokowi, dalam membuka Musrenbangnas di Istana Negara, Senin kemarin.
Perlu diketahui, CITA memiliki saham pada pabrik smelter grade alumina dan pemurnian bauksit pertama di Indonesia bernama PT Well Harvest Winning Alumina Refinery yang memiliki kapasitas produksi 1 juta ton alumina. Ketika dibangun, biaya investasi Well Harvest mencapai US$ 1 miliar, atau sekarang setara Rp 14 triliun.
Selain CITA, pemegang saham lain Well Harvest yang berkedudukan di Ketapang (Kalbar) itu adalah China Hongqiao Group Limited (56%), Winning Investment (HK) Company Limited (9%), dan Shandong Weiqiao Alumunium & Electricity Co.,Ltd (5%).
Grup Harita juga memiliki bisnis tambang nikel dan perkebunan. Bisnis perkebunan sawit Grup Harita dilakukan melalui Bumitama Agri Ltd yang didirikan sejak 1996 dan sahamnya tercatat di Bursa Singapura dengan kode P8Z.
Jika ekspor bijih nikel dan bauksit dilarang, maka perusahaan operator smelter alumina seperti CITA pun bakal kebagian berkahnya. Kerja-sama lanjutan dengan investor asing, terutama mitra dari China tentu sangat terbuka untuk dilakukan.
Sayangnya, saham CITA tidak likuid di pasar reguler, karena publik hanya memegang 2,67% saham. Hari ini, nilai transaksinya hanya Rp 316,59 juta sebanyak 30 kali. Nilai kapitalisasi pasar perusahaan yang dipimpin Liem Hok Seng sebagai direktur utama itu hanya Rp 6,06 triliun
Akibat transaksi gelondongan di pasar negosiasi, nilai transaksi pasar di bursa hari ini melonjak menjadi Rp 10,41 triliun, di luar kebiasaan karena nilai rerata transaksi sepanjang Desember hingga kemarin sebesar Rp 7,26 triliun/hari.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.