REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Medco Energi Internasional Tbk (Medco Energi) terus mengomunikasikan langkah untuk membangun pabrik pemurnian barang tambang atau smelter setelah mengakuisis saham PT Newmont Nusa Tenggara. Terlebih pemerintah akan melarang ekspor konsentrat jika perusahaan tambang tidak berkomitmen membangun smelter.
Direktur Utama Medco Energi Hilmi Panigoro mengatakan, pihaknya terus melakukan diskusi insentif terkait pembangunan smelter. Perbincangan ini karena Medco Energi masih akan melakukan ekspor bahan mentah sebelum pabrik smelter dapat digunakan.
"Kalau kita pembangunan smelternya berjalan sesuai jadwal ya tentunya ekspor bisa dilakukan," kata Hilmi ditemui di acara CEO Forum, Kamis (24/11).
Hilmi menjelaskan, pembangunan smelter ini direncanakan masuk tahap konstruksi pada 2017. Rencana pembangunan bersamaan dengan PT Freeport Indonesia pun masih terus dipertimbangkan. Namun, jika Freeport tidak mau bekerja sama, Medco Energi tetap akan menjalankan pembangunan smelter tersebut.
Sejauh ini, persiapan pembangunan smelter masih dalam studi kelayakan. Dari hasil itu akan diketahui secara rinci berapa investasi dan total yang bisa dihasilkan smelter tersebut. "Hari ini yang penting kita sudah komitmen smelter ini akan kita bangun," paparnya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.