BANGKAPOS.COM - MELAMBATNYA pertumbuhan ekonomi Bangka Belitung ditengarai makin terpuruknya bisnis timah di Bangka Belitung.
Berdasarkan laporan BPS, Perekonomian Kepulauan Bangka Belitung tahun 2019 tumbuh 3,32 persen, melambat dibandingkan tahun 2018 yang tumbuh sebesar 4,46 persen.
Struktur perekonomian Kepulauan Bangka Belitung menurut lapangan usaha tahun 2019 didominasi oleh lima lapangan usaha utama yakni Industri Pengolahan (19,59 persen), Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (17,94 persen), Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (15,79 persen), Konstruksi (10,37 persen) serta Pertambangan dan Penggalian (9,49 persen).
Timah masih menjadi andalan ekspor terbesar di sektor fiskal sebesar 80,19 di Tahun 2019. Namun berapa laporan terbaru menyatakan royalti timah menurun.
Catatan BPS Bangka Belitung, nilai ekspor timah tahun 2019 menurun hingga 253 JUta USD atau senilai Rp 3,5 Triliun dibanding nilai ekspor tahun 2018.
Jika 3 persennya saja (Royalti), potensi pendapatan yang hilang sekitar Rp 100 Miliar.
Kendala aturan pemerintah membuat perusahaan smelter swasta yang ada di Kepulauan Bangka Belitung berhenti beroperasi karena tidak dapat melakukan ekspor logam timahnya.
Pada tahun 2019, hanya beberapa perusahaan smelter swasta yang bisa berproduksi dan melakukan ekspor logam timah.
Suramnya bisnis timah tahun 2019, dprediksi akan berlanjut di tahun 2020. Harga timah dunia pada tahun 2020 diperdiksi tak bakal menyentuh angka 20 ribu USD/MetrikTon.
Melansir kontan, sepanjang 2019, timah mengukuhkan diri sebagai komoditas logam industri dengan kinerja terburuk.
Berdasarkan data Bloomberg, harga timah kontrak tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) sepanjang 2019 lalu melemah 11,81%.
Mengingat di akhir 2019 lalu, harga timah ambruk ke US$ 17.175 per metrik ton. Padahal di awal 2019, harga timah sempat meroket ke US$ 20.000 per metrik ton.
Direktur Garuda Berjangka Ibrahim menjelaskan, kinerja buruk timah tak terlepas dari sentimen eksternal. Mulai dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang memanas sepanjang tahun serta Brexit yang tak kunjung kelar.
• Jokowi Nyatakan Pemerintah Tengah Siapkan Rencana Evakuasi 74 WNI di Kapal Pesiar Diamond Princess
• Najwa Shihab Tantang Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, dan Anies Baswedan Bermain Tik Tok, Ini Susah
Namun dengan segera ditandatanganinya perjanjian fase pertama AS dan China pada 15 Januari mendatang, harga timah diproyeksi bakal mendapatkan angin segar.
Ibrahim menilai, China bakal membuka kembali perdagangan, perusahaan-perusahaan elektronik dan produsen mobil listrik bakal kembali menyerap banyak timah dan harga bisa terkerek normal kembali.
"Jika semua keadaan berjalan normal, timah akan kembali seperti semula. Apalagi tahun 2020 produsen mobil listrik akan gencar-gencarnya memulai produksi jadi semoga memperbaiki performa timah nantinya," ujar Ibrahim.
Ibrahim memproyeksikan harga timah di tahun ini berada di kisaran US$ 14.000 - US$ 19.000 per metrik ton.
Ekspor Timah
Tahun 2018 : 1.361,1 Juta USD Tahun 2019 : 1.108,2 Juta USD
Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Melambatnya Bisnis Timah, https://bangka.tribunnews.com/2020/02/20/melambatnya-bisnis-timah?page=2. Penulis: teddymalaka Editor: Dedy Qurniawan Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Melambatnya Bisnis Timah, https://bangka.tribunnews.com/2020/02/20/melambatnya-bisnis-timah. Penulis: teddymalaka Editor: Dedy Qurniawan
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.