Akhir pekan lalu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengumumkan realisasi investasi sepanjang tahun lalu mencapai Rp612,8 triliun, meningkat 12,4% bila dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp545,4 triliun.
Capaian investasi yang berasal dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) tersebut diklaim lebih tinggi dibandingkan dengan target yang dipatok yaitu Rp594,8 triliun.
Investasi yang melebihi target merupakan pertanda yang baik dan cukup positif. Selain karena kinerja investasi tetap menunjukkan geliat pertumbuhan di tengah perlambatan ekonomi global dan regional, juga menunjukkan investasi memberikan dampak ganda seperti peningkatan penyerapan tenaga kerja yang pada tahun lalu mencapai 434.466 orang.
Meski demikian, bila dibandingkan dengan raihan pertumbuhan yang diraih pada 2015 yang mencapai 17,8%, kenaikan nilai investasi sepanjang 2016 bisa dikatakan sedikit melambat.
Kepala BKPM Thomas T. Lembong beralasan perlambatan pertumbuhan investasi dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi baik domestik maupun secara global. Menurut dia, kondisi itu tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di berbagai negara di seluruh dunia.
Dia optimistis pencapaian investasi tahun ini akan lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu meski dihadapkan berbagai persoalan baik berasal dari dalam negeri maupun ketidakpastian perekonomian global.
Terlepas melambatnya pertumbuhan, Harian ini menilai pencapaian kinerja investasi sepanjang tahun lalu patut diapresiasi. Meningkatnya penanaman modal pada tahun lalu menjadi indikator kepercayaan pemilik modal terhadap kondisi fundamental ekonomi Indonesia serta prospek pertumbuhan ekonomi ke depan masih terjaga dengan baik.
Selanjutnya yang perlu dilakukan pemerintah adalah bagaimana menjaga kepercayaan pemilik modal untuk tetap terus menanamkan dananya di Tanah Air. Terlebih dalam laporan Global Economic Prospect (GEP) Januari 2017 disebutkan naiknya investasi sektor swasta dan membaiknya harga komoditas diproyeksikan akan membuat pertumbuhan ekonomi sejumlah negara berkembang di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menguat pada 2017 dibandingkan dengan tahun lalu.
Bank Dunia menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini akan mencapai 5,3% dan berlanjut menjadi 5,5% secara berturut-turut pada 2018 dan 2019.
Di tengah tidak menentunya perekonomian global, terlebih dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, memperkuat pasar domestik menjadi salah satu solusi. Pertumbuhan kelas menengah masih menjadi salah satu daya tarik Indonesia bagi investor berorientasi jangka panjang.
Pemerintah sudah semestinya bergerak cepat dan merealisasikan secara konkret langkah-langkah yang telah dituangkan dalam belasan paket kebijakan ekonomi. Tentunya sangat disayangkan bila paket kebijakan yang dinilai dapat menjadi pendorong bagi perekonomian nasional malah mendatangkan polemik berkepanjangan yang pada akhirnya malah menimbulkan keraguan dari dunia usaha, misalnya saja upaya penghiliran industri berbasis mineral dan penurunan harga gas.
Padahal dari data Kementerian Perindustrian, senilai US$5,9 miliar dana segar akan masuk hingga 2020 di industri smelter, dan sekitar Rp135 triliun pada bidang usaha kimia, aneka, dan tekstil yang membutuhkan gas dalam proses produksinya.
Komitmen pemerintah dalam melaksanakan penghiliran di manufaktur semestinya tidak lagi dalam tataran rencana tetapi sudah pada implementasi. Apalagi data BKPM menyebutkan lebih dari separuh investasi yang masuk merupakan penanaman modal di industri pengolahan.
Langkah lainnya yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana meningkatkan daya saing Indonesia. World Economic Forum (WEF) akhir tahun lalu merilis indeks daya saing Indonesia turun dari peringkat 37 ke posisi 41. Menurut WEF, terdapat tiga permasalahan mendasar di Indonesia yang menjadi perhatian. Yakni tingkat korupsi, inefisiensi birokrasi pemerintah, dan keterbatasan infrastruktur.
Persoalan-persoalan mendasar tersebut sudah sepatutnya diselesaikan sesegera mungkin agar tren pertumbuhan investasi akan terus berlanjut pada tahun ini.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.