Menko Luhut Sepakati Kaltara Konsen Industri yang Intensif Energi
Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala BKPM RI Thomas Lembong, dan Gubernur Kaltara Irianto Lambrie bersama sejumlah pejabat kementerian lainnya membicarakan kembali tindaklanjut pengembangan kawasan industri yang akan dibangun di Provinsi Kaltara. Pertemuan dilaksanakan di Kantor Kemenko Maritim, Jakarta, Jumat (5/9).
Keputusan rakor tersebut salah satunya ialah ditetapkannya Provinsi Kaltara sebagai daerah konsentrasi industri yang intensif energi.
Kawasan Industri Tanah Kuning yang akan dibangun di Kaltara, akan ditopang dengan potensi energi air dari aliran sungai yang dapat dikonversi menjadi energi listrik. Kurun waktu 2-5 tahun ke depan diproyeksikan terwujud fasilitas pemurnian (smelter), industri logam, refinery (kilang minyak), dan industri intensif energi lain.
Gubernur Kaltara Irianto Lambrie melaporkan kepada Menko Luhut Pandjaitan dan Kepala BKPM Thomas Lembong, bahwa pengembangan potensi tenaga hidro dari sungai yang telah diminati investor ialah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kayan berkapasitas 9 ribu Megawatt (MW) dengan investor PT Kayan Hidro Energi asal Tiongkok.
Lalu PLTA Sungai Malinau 1.000 MW oleh PT Sarawak Energy Berhad Co Ltd (Malaysia), PLTA Sungai Mentarang 300 MW oleh Hyundai Group (Korea Selatan), serta PLTA Sungai Mentarang 870 MW oleh PT Kalimantan Electricity (gabungan perusahaan PT Alindo Kalimantan dan Aempire Energy Co., Ltd (Tiongkok) bersama Perusahaan Daerah Intimung). Di Nunukan, ada PLTA Sungai Sembakung 600 MW oleh Hanergi Holding Group Company (Tiongkok). Baru-baru ini, PT Dragon Land asal Korea Selatan juga berminat berinvestasi PLTA berkapasitas 600 MW.
“Progres terakhir, PLTA Kayan untuk tahap I berkapasitas 900 MW ditargetkan akhir 2018 sudah mulai pekerjaan konstruksi fisiknya. Untuk PLTA Sungai Mentarang oleh PT Kalimantan Electricity, akan ditinjau kembali perizinannya karena belum ada aktivitas berarti, baik administrasi maupun teknis. Yang lain, tengah melakukan penyusunan FS (Feasibility Study) untuk pengurusan perizinan,” sebut Gubernur Irianto.
“Satu PLTA setidaknya butuh waktu 4 sampai 5 tahun. Jadi, disepakati untuk tahap pertama, atau di masa transisi akan dibangun PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap). Besarannya sekitar 400 hingga 1.000 MW. PLTU mulut tambang,” tuturnya.
Investor dari Tiongkok maupun Korea Selatan pun sudah memiliki kesepahaman soal ini. Untuk realisasi perjanjiannya diperkirakan bisa terjalin kata sepakat bulan depan nanti. Menyusul digelarnya pertemuan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah RRT dan mitranya pada 3 Oktober, dilanjutkan Pemerintah Indonesia dengan konsorsium investasi Korea Selatan pada 4 Oktober.
“Untuk PLTU, juga ada pernyataan minat dari investor yang sudah menyuplai listrik dari PLTU di wilayah Bulungan, PT PKN (Pesona Khatulistiwa Nusantara). Mereka siap membangun PLTU mulut tambang hingga 2 x 300 MW. Jarak PLTU yang akan dibangun juga dekat dengan kawasan industri, sekitar 10 hingga 20 kilometer saja,” sebutnya.
PLTU tersebut, lanjutnya, disarankan untuk menggunakan batubara lokal yang dimanfaatkan dengan teknologi terkini sehingga tidak menyebabkan polusi lingkungan berlebihan.
“Ada investor dari Tiongkok yang menawarkan teknologi PLTU Ultra Super Critical (USC) yang mampu mengurangi emisi karbondioksida secara signifikan. Ini semakin klop dengan model PLTU mulut tambang, jadi persoalan lingkungan juga menjadi perhatian penting, disamping investasi yang masuk,” katanya.
Untuk nilai investasinya, Pemerintah Tiongkok berencana mengucurkan dana sebesar USD 20 miliar. Sedangkan, dari Korea Selatan, untuk pembangunan pelabuhan dan kawasan industri dengan rincian PLTA Hyundai sekitar USD 1 miliar dan kawasan industri sekitar USD 7 miliar.
Setelah rapat tahap perencanaan tersebut, rencananya pekan depan akan dilakukan rapat teknis dengan para pejabat eselon I dari setiap kementerian terkait.
“Selain itu, Menko Kemaritiman juga meminta disusun time tabel. Isinya, salah satunya pada bulan ini ada pertemuan internal investor Tiongkok, juga dengan Pemerintah RRT. Ini membahas peluang investasi PLTA dan kawasan industri lebih jauh bagi tiap investor Tiongkok dengan dukungan Pemerintah RRT,” imbuh Irianto.
Hal penting lainnya, adalah kesiapan perizinan dan lahan sebagaimana diarahkan pihak Kementerian Perindustrian dalam rakor tersebut.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.