Mulai 23 Juli 2019, Tiongkok akan mengenakan tarif anti-dumping sebesar 18,1% hingga 103,1% untuk produk baja dari empat negara
' />
Mulai 23 Juli 2019, Tiongkok akan mengenakan tarif anti-dumping sebesar 18,1% hingga 103,1% untuk produk baja dari empat negara. Baja Krakatau Steel Agung Samosir|Katadata Kementerian Perdagangan Tiongkok akan mengenakan bea anti-dumping untuk produk baja RI, Eropa, Jepang dan Korsel mulai besok. Ekspor baja Indonesia ke Tiongkok akan menemui hambatan.
Sebab, Kementerian Perdagangan Tiongkok baru saja mengumkan rencana pengenaan bea masuk anti-dumping untuk beberapa produk baja antikarat yang diimpor dari Indonesia, Uni Eropa, Jepang serta Korea Selatan (Korsel). Mengutip laman Reuters, Tiongkok akan mengenakan tarif anti-dumping dengan besaran 18,1% hingga 103,1% pada produk billet stainless steel dan plat stainless steel canai panas dari keempat negara/kawasan. Aturan tersebut berlaku efektif mulai besok, 23 Juli 2019.
Keputusan itu menyusul penyelidikan anti-dumping pada Juli tahun lalu setelah pengaduan diajukan oleh perusahaan negara Tiongkok, Shanxi Taigang Stainless Steel. "Lembaga penyelidikan telah membuat keputusan akhir bahwa ada pembuangan produk-produk yang diselidiki dan telah menyebabkan kerusakan substantif pada industri di Tiongkok," kata menteri perdagangan Tiongkok dalam pernyataannya dikutip, Senin (22/7).
Billet stainless steel dan pelat baja stainless canai panas biasanya digunakan sebagai bahan baku untuk membuat produk baja canai atau canai dingin pada industri galangan kapal, wadah, kereta api, listrik dan industri lainnya. Tiongkok merupakan produsen baja antikarat terbesar di dunia dengan kemampuan produksi 26,71 juta ton pada 2018. Adapun angka produksi tersebut naik 2,4% dibanding tahun lalu, menurut Asosiasi Baja Stainless Tiongkok.
Sementara itu, Negeri Tirai Bambu juga diketahui mengimpor 1,85 juta ton stainless steel tahun lalu. Angka tersebut melesat 53,7% dibanding 2017. Penurunan Impor Baja Tiongkok Peningkatan impor baja Tiongkok selaras dengan pertumbuhan ekspor baja Indonesia.
Sementara stainless steel slab naik hampir dua kali lipat,”ujar Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Harjanto dalam keterangan resmi, Senin (28/1). terus meningkat karena pabrikstainless steel di kawasan industri Morowali masih memiliki ruang ekspansi. “Di Morowali, total kapasitas produksi smelter nickel pig iron sebesar 2 juta ton per tahun dan 3,5 juta ton stainless steel per tahun," katanya. Adapun nilai ekspor yang bisa dicatat kedua jenis baja tersebut mencapai US$ 2 miliar pada 2017 dan naik menjadi US$3,5 miliar di 2018. Kawasan industri Morowali ditargetkan mampu menghasilkan 4 juta ton baja antikarat atau stainless steel per tahun serta memiliki pabrik baja karbon berkapasitas 4 juta ton per tahun. Apabila produksi stainless steel tercapai 4 juta ton per tahun, Indonesia akan menjadi produsen kedua terbesar di dunia atau setara produksi di Eropa. Harjanto menambahkan, peluang ekspor produk baja Indonesia semakin besar seiring dengan terbukanya pasar terutama di China, Asia Tenggara, dan negara-negara yang memiliki perjanjian bilateral dengan Indonesia.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.