Newmont Belum Bangun ‘Smelter’, Anggota DPRD NTB ‘Terpecah’
Kalangan anggota DPRD Nusa Tenggara Barat memiliki pandangan berbeda terhadap belum terbitnya rekomendasi surat persetujuan ekspor dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral untuk PT Newmont Nusa Tenggara.
Wakil Ketua DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) Mori Hanafi, di Mataram, ditulis Rabu (25/5), mengatakan, kebijakan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) sesuai dengan amanah undang-undang yang mewajibkan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) dan PT Freeport membangun smelter atau pabrik pemurnian konsentrat hasil tambang di daerah.
“Tapi kalau diterapkan waktu dekat ini, rasanya belum pas bagi Newmont,” katanya. Menurut dia, Kementerian ESDM semestinya memberikan kompensasi kepada PT NNT untuk mempersiapkan diri secara matang menjalankan amanat undang-undang.
Sebab, kalau kewajiban membangun pabrik pemurnian konsentrat hasil tambang di saat kondisi harga tembaga dan emas merosot, dikhawatirkan perusahaan tambang itu berhenti beroperasi, sehingga berdampak terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan karyawan.
“Paling tidak ada kebijakan jangka menengah lah, kalau jangka pendek ini terus terang harga-harga sumber daya minyak, tembaga dan emas turun,” ujarnya.
Menurut politisi Partai Gerindra ini, Kementerian ESDM perlu memberikan kompensasi jika memang masalah pembangunan smelter yang belum terealisasi menjadi penyebab belum diberikannya rekomendasi ekspor konsentrat hasil tambang untuk PT NNT.
Sebab, perusahaan tambang yang beroperasi di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat, itu saat ini dalam posisi sulit, mengingat harga tembaga dan emas dunia menurun.
Di satu sisi, kata Mori, biaya yang dibutuhkan untuk membangun sebuah pabrik pemurnian konsentrat hasil tambang bisa mencapai Rp 7 triliun hingga Rp 8 triliun.
“Saya tidak membela Newmont, tapi jangan sampai pembangunan smelter, Newmont macet, kita akan rugi juga. PHK karyawan bisa terjadi, bahkan sebelum-sebelumnya sudah ada PHK karena produksi menurun dibarengi dengan harga tembaga dan emas yang terus melemah,” katanya.
Berbeda dengan anggota Komisi IV DPRD NTB Lalu Pelita Putra. Politisi Partai Hanura ini menilai belum terbitnya rekomendasi surat persetujuan ekspor dari Kementerian ESDM merupakan keputusan tepat agar Newmont menjalankan amanat undang-undang untuk membangun smelter.
“Saya dukung keputusan Kementerian ESDM, karena kalau dibangun smelter di daerah, tentu akan memberikan dampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja di NTB,” katanya.
Seperti diketahui, Kementerian ESDM belum menerbitkan rekomendasi surat persetujuan ekspor yang merupakan landasan bagi Kementerian Perdagangan memberikan izin ekspor konsentrat tembaga untuk PT NNT.
Pemerintah memberikan izin ekspor konsentrat hasil tambang selama enam bulan dan bisa diperpanjang untuk enam bulan berikutnya. Adapun izin ekspor konsentrat PTNNT berakhir pada 20 Mei lalu.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.