a a a a a
News Update Nikel, Industri Baterai, dan Kedaulatan Energi Nasional (Bagian-2)
News

Nikel, Industri Baterai, dan Kedaulatan Energi Nasional (Bagian-2)

Nikel, Industri Baterai, dan Kedaulatan Energi Nasional (Bagian-2)
Indonesia memiliki potensi sumber daya lokal yang luar biasa untuk menjadi yang terdepan dalam pengembangan industri baterai isi ulang dengan kekuatan sumber daya lokal. Hampir seluruh material utama untuk pengembangan industri baterai isi ulang, kecuali litium, untuk mendukung mobil listrik dan energi baru dan terbarukan (EBT) ada di negeri kita. Lalu, bagaimana sebaiknya arah kebijakan pemerintah? Apa tantangan bagi investor?

Sinergi antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Perindustrian adalah sebuah hal yang niscaya untuk dilakukan. Dua kementerian inilah yang memiliki kekuatan untuk menentukan arah kebijakan serta akses langsung atas pengaturan sumber daya alam dan industrialisasi sumber daya alam lokal untuk kepentingan negara.

Disadari atau tidak, keberhasilan pengembangan industri baterai isi ulang dengan kekuatan sumber daya lokal akan memberikan efek berantai yang signifikan. Beberapa efek berantai itu antara lain makin tumbuhnya industri yang saling berkaitan, penciptaan nilai tambah untuk mineral, serta dipangkasnya impor bahan bakar minyak sehingga triliunan rupiah dana negara yang dihemat bisa digunakan untuk hal yang lebih mendesak.

Selain itu, penciptaan lapangan kerja baru, dan beberapa efek lain yang berhubungan dengan kemandirian dan kedaulatan bangsa. Sudah saatnya Kementerian ESDM menciptakan tata kelola eksploitasi dan pengolahan sumber daya nikel secara lebih holistik.

Hilirisasi sumber daya nikel tidak semata terpaku pada pengolahan dengan teknologi pirometalurgi yang menghasilkan feronikel dan NPI (nickel pig iron) serta nickel matte. Feronikel dan NPI adalah bahan dasar untuk industri baja tahan karat (stainless steel), sedangkan nickel matte diolah lebih lanjut untuk produk turunan lain. Teknologi ini cenderung hanya mengolah bijih nikel saprolit yang porsinya lebih kecil dari limonit.

Jenis teknologi lain yakni teknologi hidrometalurgi, bisa digunakan untuk mengolah limonit dan menghasilkan produk yang relevan untuk mendukung industri baterai. Berbeda dengan teknologi pirometalurgi, teknologi hidrometalurgi bisa menghasilkan kobalt sebagai produk sampingan yang bernilai lebih tinggi di samping nikel dalam berbagai varian sebagai produk utamanya. ESDM perlu menciptakan tata kelola baru berupa pembatasan hilirisasi saprolit sekaligus mendorong hilirisasi limonit.

Faktanya hingga saat ini hampir seluruh smelter di Indonesia menghasilkan feronikel, NPI dan nickel matte dari saprolit. Belum ada satu pun hilirisasi limonit yang berjalan secara komersial. Bijih nikel saprolit dieksploitasi dengan jumlah sangat masif (71,2 juta WMT/tahun pada 2021), sedangkan bijih nikel limonit hanya dijadikan lahan penutup bekas tambang. Padahal unsur kobalt yang juga dibutuhkan untuk bahan baku baterai isi ulang sebagian besar terdapat pada limonit.

Teknologi pirometalurgi memiliki keterbatasan dalam mengekstraksi kobalt dalam bijih. Sedangkan teknologi hidrometalurgi memiliki keunggulan untuk mengekstraksi hampir seluruh logam berharga dalam bijih terutama nikel dan kobalt. Teknologi hidrometalurgi juga menghasilkan varian produk yang bisa diatur dalam bentuk senyawa sulfat atau hidroksida dari nikel dan kobalt. Kedua jenis senyawa ini sangat diperlukan untuk bahan baku industri baterai isi ulang.

Penerapan teknologi hidrometalurgi memiliki korelasi langsung dengan pengembangan industri baterai isi ulang. Hal lain yang lebih strategis lagi adalah adanya upaya konservasi cadangan bijih nikel. Betapa pun juga, eksploitasi yang masif dari bijih nikel saprolit pada suatu saat akan mendekati titik akhir. Terlebih bijih nikel merupakan kekayaan alam yang tidak bisa diperbarui.

Kebijakan relaksasi ekspor bijih nikel dari Kementerian ESDM bagi beberapa perusahaan yang membangun smelter sudah harus dibatasi dan diakhiri cukup hingga Januari 2021 saja. Setelah itu ekspor bijih nikel dalam bentuk apa pun harus dihentikan. Kementerian ESDM lebih baik mengkaji sebuah kebijakan dalam bentuk insentif bagi perusahaan yang akan mengembangkan dan mengolah bijih limonit dengan teknologi hidrometalurgi untuk diajukan ke kementerian dan lembaga terkait.

Bukan berarti penerapan teknologi pirometalurgi tidak penting, namun populasi dan kapasitas smelter yang menggunakan teknologi ini sudah sangat masif. Sudah dirasa lebih dari cukup dan saatnya untuk dibatasi karena hampir mendekati titik jenuh.

Selain itu, teknologi pirometalurgi tidak memiliki korelasi langsung dengan pengembangan industri baterai isi ulang yang memiliki nilai lebih strategis. Industri baterai isi ulang inilah yang akan menopang kemandirian bangsa untuk pengembangan mobil listrik, industri elektronika, EBT sekaligus mendorong kedaulatan energi di masa yang akan datang. Sinergi antara Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian serta kementerian terkait lainnya perlu ditingkatkan.

Kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan pengolahan bijih nikel menjadi produk setengah jadi menjadi ranahnya Kementerian ESDM. Sedangkan pengolahan lebih lanjut menjadi produk hilir lain termasuk untuk industri baterai isi ulang adalah ranah Kementerian Perindustrian.

Termasuk di dalamnya adalah industri daur ulang baterai bekas. Karena jika batas umur pemakaian (life cycle) baterai itu telah terlampaui maka baterai akan menjadi limbah yang cukup serius. Kekhawatiran semacam itu bisa ditepis karena baterai tersebut bisa didaur ulang.

Sebagaimana telah tertuang pada peta jalan industri otomotif yang disusun Kementerian Perindustrian, industri mobil listrik direncanakan untuk dapat terealisasi pada 2022. Namun sebelumnya, industri terkait lainnya harus dipersiapkan lebih awal. Industri tersebut antara lain industri baterai, PCU (Power Control Unit), motor listrik dan industri sejenis lainnya.

Khusus untuk industri baterai, keterkaitannya erat sekali dengan kebijakan Kementerian ESDM terutama dalam hal tata kelola pemanfaatan sumber daya alam lokal. Industri baterai juga memiliki korelasi langsung dengan salah satu program unggulan kementerian ESDM dalam hal rencana porsi 23% EBT pada bauran energi nasional tahun 2025.

Peta jalan tersebut sekaligus memberikan tantangan tersendiri bagi para investor untuk bisa terlibat. Keterlibatannya bisa dari berbagai bidang terkait disesuaikan dengan rencana strategis masingmasing. Namun ditinjau dari segi jalur proses, industri baterai dan material baterai menghadirkan tantangan tersendiri yang harus dijawab.

Keterlibatan para investor bisa mulai dari pembangunan industri hidrometalurgi untuk mengolah bijih nikel limonit menjadi campuran senyawa nikel dan kobalt. Lalu dilanjutkan dengan pemurnian (refining) dari senyawa tersebut sehingga dihasilkan senyawa nikel dan kobalt murni (biasanya dalam bentuk senyawa sulfat dan hidroksida).

Tidak berhenti sampai disitu, keterlibatan investor bisa dilanjutkan dengan industri material baterai dengan bahan baku kedua senyawa inti tadi ditambah beberapa senyawa lain, termasuk senyawa litium, sehingga dihasilkan material baterai (cathode active material). Material ini akan menjadi bahan paling utama untuk dikemas dengan bahan lain sehingga akhirnya menghasilkan baterai isi ulang dengan kapasitas dan spesifikasi sesuai kebutuhan. Keterlibatan investor, adalah sebuah keniscayaan agar peta jalan tersebut dapat terealisasi.

Lebih dari 50 tahun pengelolaan sumber daya nikel hanya berkutat pada ekspor bijih nikel dan produk setengah jadi. Tidak ada kelanjutan penciptaan nilai tambah. Sudah saatnya seluruh pemangku kepentingan berpikir kreatif dan bergerak lebih maju.

Sudah saatnya pula seluruh komponen bangsa bersinergi untuk menjaga marwah kedaulatan bangsa dalam bidang pemberdayaan sumber daya alam, teknologi, energi dan kreasi penciptaan nilai tambah. Kalau tidak, maka selamanya bangsa ini hanya akan menjadi objek pasar. Hanya akan jadi penonton bukan pelaku. (Habis)

Arif S. Tiammar, Praktisi Industri Mineral dan Metalurgi

Latest News

PLN Siap Pasok Smelter Antam Hingga 30 Tahun PLN Siap Pasok Smelter Antam Hingga 30 Tahun
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PLN Pasok Listrik ke Pabrik Smelter Antam Selama 30 Tahun ke DepanPLN Pasok Listrik ke Pabrik Smelter Antam Selama 30 Tahun ke Depan
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
Smelter Feronikel Baru Antam ANTM di Halmahera Timur Bakal Dipasok Listrik dari PLNSmelter Feronikel Baru Antam (ANTM) di Halmahera Timur Bakal Dipasok Listrik dari PLN
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.
Member PT Hengtai Yuan
Member PT Indotama Ferro Alloys
Member PT Smelting
Member PT Bintang Smelter Indonesia
Member PT Meratus Jaya Iron  Steel
Member PT Cahaya Modern Metal Industri
Member PT Delta Prima Steel
Member PT karyatama Konawe Utara
Member PT Refined Bangka Tin
Member PT Central Omega Resources Indonesia
Member PT Kasmaji Inti Utama
Member PT Monokem Surya
Member PT Tinindo Internusa
Member PT Macika Mineral Industri
Member PT Indra Eramulti Logam Industri
Member PT Indonesia Weda Bay Industrial Park
Member PT AMMAN MINERAL INDUSTRI AMIN
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
Switch to Desktop Version
Copyright © 2015 - AP3I.or.id All Rights Reserved.
Jasa Pembuatan Website by IKT