JAKARTA. Pembangunan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang kembali terganjal. Setelah sebelumnya, ganjalan diakibatkan oleh permasalahan pengadaan lahan yang berlarut- larut, kali ini ganjalan terjadi akibat keberadaan Peraturan BI No. 17 Tahun 2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI.
Monty Girriana, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Perekonomian, keberadaan peraturan tersebut telah mengganjal kesepakatan jual beli harga listrik antara PLN dengan investor. Sebab, pada perjanjian, jual beli rencananya akan dilakukan dengan menggunakan kurs dollar.
Untuk menyelesaikan permasalah ini, Monty mengatakan, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dengan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia sedang berkoordinasi. "Sedang diupayakan skema terbaik agar tidak bertentangan dengan aturan BI dan semua bisa jalan," katanya kepada KONTAN pekan kemarin.
Selain itu, Monty juga mengatakan, pemerintah juga sedang merumuskan skema pembayaran. "Sedang dirumuskan, dan kami yakin dengan skema ini, investor tidak akan keberatan kalau pembayaran dilakukan dengan rupiah," katanya tanpa menyebut secara lebih rinci mengenai skema yang sedang disiapkan tersebut.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.