JAKARTA – Penerbitan sejumlah aturan baru dalam pengelolaan sumber daya mineral oleh perusahaan pertambangan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha.
Pemerintah menginginkan agar manfaat dari pengelolaan sumber daya alam (SDA) sepenuhnya untuk kemakmuran masyarakat. Hanya, dalam pelaksanaannya masih ada kesenjangan dalam penggunaan teknologi maupunpembiayaan sehingga pengelolaan belum sepenuhnya dilakukan secara mandiri. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, pemerintah terus berupaya mengatur pengelolaan SDA untuk kepentingan nasional.
Dia mencontohkan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP No 23/2010 tentang Mineral dan Batu Bara. ”Di situ ditegaskan bahwa perusahaan tambang pemegang kontrak karya (KK) wajib melakukan pemurnian mineral di Indonesia dengan membangun smelter dan jika tidak, mereka dilarang mengekspor konsentrat. Tidak ada paksaan, tapi kalau mau ekspor, ya ubah dulu KK-nya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK),” ucap Arcandra di Jakarta kemarin. Arcandra juga menegaskan bahwa PP No 1/2017 berlaku untuk semua perusahaan yang beroperasi di Tanah Air .
Terkait status PT Freeport Indonesia yang sebelumnya menyatakan akan mengajukan perubahan status KK menjadi IUPK, Arcandra menegaskan bahwa semua perusahaan harus tunduk pada aturan yang berlaku. ”Mereka baru memberikan surat pemberitahuan bahwa mereka akan mengubah statusnya. Memang mereka menyebutkan ini dan itu, tapi kita tidak ada negosiasi,” ujar dia.
Sayangnya, Arcandra engganmerinciisi surat tersebut. Selain PP No 1/2017, ujar dia, ada juga Peraturan Menteri (Permen) No 5 dan 6 Tahun 2017 yang mengatur teknis pengolahan mineral. ”Semuanya sudah jelas karena sudah ada PP, Permen 5 dan 6 Tahun 2017. Jadi semua perusahaan harus tunduk pada aturan yang ada,” ujar Arcandra.
Dalam PP No 1/2017 juga disebutkan kewajiban divestasi hingga 51% dalam kurun waktu 10 tahun bagi perusahaan asing yang ada di Indonesia. Rinciannya, 20% pada tahun keenam, 30% di tahun ketujuh, 37% tahun kedelapan, 44% di tahun kesembilan, dan 51% tahun kesepuluh.
Diawasi Ketat
Pada kesempatan tersebut, Kementerian ESDM juga menegaskan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) akan diawasi oleh tim independen. Tim pengawas tersebut akan melakukan verifikasi kemajuan pembangunan smelter setiapenambulansekali. Nanti tim independen tersebut akan ditunjuk melalui tender di kementerian terkait.
Pembangunan smelter yang dibuat perusahaan tambang di dalam negeri menjadi perhatian khusus pemerintah. Hal ini sebagai implementasi Peraturan Menteri (Permen) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral di Dalam Negeri serta Permen No 6/2017 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian.
”Kita akan pastikan smelter terealisasi dalam lima tahun sejak aturan dikeluarkan. Setiap enam bulan akan dievaluasi pembangunannya. Jika tidak ada kemajuan, izin ekspor mineral akan dicabut,” ujar Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono. Menurut Bambang, hingga saat ini perkembangan pembangunan smelter di Tanah Air masih minim. Tercatat baru ada 22 smelter nikel yang dilaporkan dan 12 di antaranya sudah selesai. Adapun yang sudah beroperasi baru tujuh smelter.
”Sisanya baru sekitar 30-80% proses pembangunannya. Smelter nikel ini kapasitasnya sekitar 17 juta ton per tahun ,” ujar Bambang. Dia menambahkan, smelter lain yang sudah terlihat pembangunannya adalah fasilitas pengolahan bauksit oleh dua perusahaan yakni Antam dan Harita Group berkapasitas 2 juta ton per tahun. ”Lainnya ada smelter grade alumina, empat smelter pengolahan besi, dan smelter tembaga,” sebut Bambang.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, setiap aturan hukum yang dibuat bukan untuk mematikan kalangan usaha, tetapi justru memberikan pilihan terbaik. ”Kebijakan pemerintah memang tidak bisa memuaskan semua pihak, tapi industri harus tetap berjalan,” ujar Hikmahanto.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.