a a a a a
News Update Pariwisata atau Tambang..? Melihat Keseriusan Pemprov Kalsel Lepas dari Zona Nyaman<br>
News

Pariwisata atau Tambang..? Melihat Keseriusan Pemprov Kalsel Lepas dari Zona Nyaman

Pariwisata atau Tambang..? Melihat Keseriusan Pemprov Kalsel Lepas dari Zona Nyaman<br>
PROKAL.CO, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam beberapa tahun terakhir bertekad untuk lepas dari ketergantungan sektor batubara. Sektor primadona ini akan ditinggalkan dan beralih ke sektor pariwisata guna mendapatkan pemasukan daerah.

Seberapa serius ambisi itu? Mampukah Kalsel mengabaikan realisasi bagi hasil bukan pajak (BHBP) dari mineral dan batubara (minerba) yang setiap tahunnya mencapai ratusan miliar?

---

Pada 2019 lalu misalnya, Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kalsel mencatat Pemprov Kalsel telah menerima Rp706.771.810.934 dana bagi hasil atau royalti dari sektor sumber daya alam. Apa mungkin, sektor pariwisata di Kalsel nantinya mampu menghasilkan pemasukan daerah sebesar itu?

Pengamat Ekonomi dari Universitas Lambung Mangkurat Syahrituah Siregar menilai, Pemprov Kalsel kemungkinan akan sulit lepas dari sektor pertambangan. Pasalnya, dari data yang diterimanya per 2019, pertambangan masih mendominasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalsel dengan kontribusi 18,71 persen. Jika nilai itu ditambah dengan sektor pertanian sebesar 14,36 persen, maka total peranan sektor primer mencapai 33,07 persen.

"Pola struktur ini cenderung tidak banyak berubah dalam beberapa dekade terakhir yang menunjukkan peralihan itu berjalan lambat. Sektor-sektor lain tidak cukup berkembang untuk menggantikan sektor primer, sehingga ketergantungan pada sektor pertambangan tetap besar," katanya.

Sektor yang terkait dengan pariwisata misalnya, dia menuturkan, saat ini masih memberikan kontribusi sangat rendah. Akomodasi dan makan minum contohnya, hanya berperan 0,14 persen. Kemudian, transportasi dan pergudangan berperan 0,36 persen. Lalu, jasa lainnya berperan 0,08 persen.

"Jadi, komitmen untuk peralihan konsentrasi ekonomi dari sektor pertambangan ke pariwisata memerlukan pemikiran yang lebih serius dan tindakan nyata yang segera," ungkapnya.

Lanjutnya, keinginan Kalsel meninggalkan sektor energi dan batubara juga dipersulit oleh sebagian besar kabupaten yang selama ini sangat bergantung dengan pertambangan. "Hanya Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, Kabupaten Batola dan Kabupaten Hulu Sungai Utara yang relatif tidak besar ketergantungannya," ujarnya.

Lalu apa yang perlu dilakukan daerah supaya tidak bergantung lagi dengan sektor pertambangan? Menurutnya, mulai sekarang harus sudah ada pemetaan dan gambaran visi pariwisata yang mampu menjadi tulang punggung ekonomi Kalsel. "Kalau sektor pariwisata tidak signifikan, maka jalan untuk meninggalkan sektor pertambangan masih sangat terjal," ujarnya.

Walau begitu, secara terpisah, Kabid Pendapatan Bakedua Kalsel, Rustam Ajie mengaku optimis Banua mampu melepas ketergantungan dari sektor pertambangan. Asalkan, semua stakeholder terkait selalu bekerja bersama.

"Melalui komitmen semua stakeholder dan kemauan keras. Serta, dimulai dengan pembenahan infrastruktur, penguatan kompetensi SDM dan edukasi kepada masyarakat sekitar tempat wisata. Insya Allah kita bisa," bebernya.

Selain itu, dia menyampaikan, Kalsel juga terkenal dengan wisata religi yang perlu dikembangkan secara serius dan berkelanjutan. Dengan begitu, suatu saat nanti Banua bisa lepas dari sektor pertambangan.

Akan tetapi, Rustam tetap mengakui bahwa suntikan DBH dari sektor SDA selama ini memang sangat berarti untuk daerah. Khususnya dalam menunjang pembangunan.

Dia mengungkapkan, hingga Januari tadi realisasi DBH yang masuk ke kas daerah sudah Rp137.210.308.200, atau 16,04 persen. Dijelaskannya, DBH ini terdiri dari penerimaan bagi hasil bukan pajak dan penerimaan bagi hasil pajak. "Tahun ini ditambah, penerimaan cukai hasil tembakau," jelasnya.

Penerimaan bagi hasil bukan pajak meliputi sektor mineral batubara, minyak bumi dan kehutanan. Sementara, penerimaan bagi hasil pajak terdiri dari pajak bumi dan bangunan di sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan dan lain-lain.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalsel, Isharwanto juga mengakui bahwa sektor SDA selama ini berkontribusi bagi pembangunan daerah. "Jumlah yang dibagikan pemerintah pusat juga tak semuanya masuk kas Pemprov Kalsel. Namun dibagi pula untuk daerah penghasil tambang serta daerah non penghasil tambang," katanya.

Di Kalsel, daerah penghasil tambang meliputi, Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Tanah Bumbu, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Balangan dan Tabalong. Sementara, daerah non penghasil tambang meliputi, Banjarmasin, Banjarbaru, Barito Kuala, Hulu Sungai Utara, dan Hulu Sungai Tengah.

Untuk diketahui, skema besaran pembagian antara provinsi, kabupaten penghasil, dan kabupaten/kota non penghasil didasarkan pada peraturan menteri keuangan (PMK) dan peraturan pemerintah (PP). Dari 100 persen royalti dan iuran yang diterima dibagi dua dulu: pemerintah pusat sebesar 20 persen dan Kalsel dapat jatah 80 persennya.

Dari 80 persen tersebut dibagi kembali, dengan rincian 16 persen untuk pemerintah provinsi dan 64 persen untuk pemerintah kabupaten dan kota. Serta 64 persen dari pembagian akan dipecah kembali dengan rincian 32 persen untuk masing-masing daerah penghasil dan 32 persen untuk seluruh daerah non penghasil. “Daerah penghasil lebih banyak mendapat royalti. Tapi non penghasil juga menikmati,” pungkas Isharwanto.

---

Royalti Tambang Bisa Nol Persen

SEMENTARA ITU, Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja masih memantik kontroversi. Salah satunya ialah terkait perubahan regulasi di sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM).

Isu yang menjadi sorotan dalam perubahan itu yakni mengenai sentralisasi izin di pemerintah pusat. Kewenangan pemerintah daerah (pemda) dalam perizinan dan pengelolaan tambang mineral dan batubara (minerba) kabarnya akan dihapus dan beralih ke pemerintah pusat.

Selain itu, dalam diskusi Polemik RUU Cipta Kerja di Sektor Pertambangan Minerba yang dihelat di Jakarta, baru-baru tadi, juga ada pasal lain yang dibahas dan dipertanyakan substansinya. Salah satunya, pasal 102 yang menyatakan perusahaan tambang wajib melakukan hilirisasi jika ingin melakukan ekspor.

Bukan sekadar kewajiban, ternyata melakukan hilirisasi kabarnya memberi keuntungan lain terhadap pengusaha tambang. Seperti dibebaskan dari Domestic Market Obligation (DMO), mendapat pemotongan pajak, pengenaan royalti nol persen. Bahkan, bisa memperpanjang kegiatan usaha tiap 10 tahun hingga seumur tambang.

Saat dimintai tanggapan terkait hal itu, Kepala Dinas ESDM Kalsel Isharwanto enggan berkomentar, dengan alasan belum tahu isi draf RUU Cipta Kerja. "Saya belum bisa berkomentar. Belum tahu isinya (RUU) apa," katanya kepada Radar Banjarmasin.

Menurutnya, masyarakat lebih baik menunggu bagaimana isi RUU jika nantinya sudah ditetapkan jadi undang-undang. "Kami dari pemerintah daerah juga belum dimintai masukkan terkait hal ini," ujarnya.

Disinggung, apa saja dampaknya bagi daerah jika memang semua kewenangan minerba diambilalih oleh pemerintah pusat? Pria yang akrab disapa Kelik ini juga enggan berspekulasi. "Ya sudah, kita tunggu saja dulu," tegasnya.

Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono justru menilai Omnibus Law yang diusulkan Presiden Jokowi tidak layak dilanjutkan. Karena menurutnya, tertutup dan mengesampingkan hak asasi manusia (HAM), hak buruh, masyarakat sipil, masyarakat adat, perempuan dan lainnya. "Justru dari contoh draf, kami lihat sangat menguntungkan investor," ujarnya.

Dia mencontohkan, regulasi yang menguntungkan investor dalam RUU Cipta Kerja diantaranya ialah izin tambang mineral dan batubara yang menghilangkan royalti hingga nol persen. Serta, adanya izin tambang seumur tambang. "Bayangkan, Kalsel dapat jatah 13,5 persen royalti saja begitu parah kerusakan lingkungannya akibat tambang. Apalagi kalau tidak dapat royalti sama sekali,” ucapnya.

Kisworo menilai, jika RUU Cipta Kerja disahkan jadi UU bakal mengancam keselamatan rakyat dan lingkungan. "RUU tidak memandang rakyat yang ada. Padahal, regulasi semacam ini akan makin memicu konflik agraria dan rakyat yang selalu dikalahkan,” cetusnya.

Dia mendesak agar Presiden Jokowi di pemerintahan yang kedua ini lebih baik segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat, merevisi UU KPK yang ada dengan menguatkan komisi anti rasuah itu.

“Perizinan ekstraktif atau tambang harus segera direview. Di Kalsel, banyak contoh lubang-lubang tambang yang tidak ditutup, padahal ada kewajiban dana reklamasi yang tidak terealisasi. Belum lagi soal pencemaran lingkungan, seperti kerusakan dan pencemaran Sungai Barito, Sungai Amandit, Loksado, Sungai Satui dan lainnya akibat tambang,” bebernya.

Selama ini, penegakan hukum lingkungan di masa Jokowi dinilai Kisworo sangat lemah. Menurutnya, seharusnya sudah ada Satuan Tugas (Satgas) atau Komisi Khusus Kejahatan Lingkungan dan pembentukan Pengadilan Kejahatan Lingkungan. “Sepatutnya, kebijakan dan perundang-undangan itu mengutamakan kedaulatan negara, keselamatan rakyat dan lingkungan," paparnya.

Karena tidak melibatkan dan mendengarkan aspirasi publik, pria yang akrab disapa Cak Kiss ini menilai Omnibus Law RUU tidak layak dilanjutkan, bahkan harus segera ditolak DPR RI.

“Sangat jelas muara dari RUU ini menguntungkan pihak investor. Padahal, selama ini, mana tanggungjawab investor ketika terjadi kerusakan lingkungan? Sudah saatnya, Presiden Jokowi lebih berpihak kepada rakyat, bukan investor,” tandasnya.

Secara terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kalsel Hanifah Dwi Nirwana berharap, pada RUU Cipta kerja, peran kabupaten dan provinsi masih ada dalam proses pemberian izin usaha perusahaan tambang terkait lingkungan. "Khususnya kabupaten, karena mereka penikmat dampak lingkungan langsung dan yang pertama," paparnya.

Dia menjelaskan, berdasarkan informasi yang diterimanya, dalam Omnibus Law izin lingkungan memang ditiadakan, akan tetapi kajiannya masuk dalam izin usaha. "Kajiannya akan dibentuk lembaga penilai di setiap daerah. Tapi untuk kegiatan yang wajib, seperti AMDAL dan kelayakan lingkungannya diterbitkan oleh pusat," jelasnya.

Sebelumnya, Staff Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Sektor Minerba, Irwandy Arif memastikan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law dapat mengurangi kompleksitas regulasi di Indonesia.

Dalam paparannya di forum Diskusi Polemik RUU Cipta Kerja di Sektor Pertambangan Minerba di Jakarta, Senin (24/2), Irwandy menyatakan regulasi dan perizinan di Indonesia sudah 'obesitas'.

"Saat ini ada 4.451 peraturan Pemerintah Pusat dan 15.965 peraturan Pemda. Regulasi jadi hambatan paling utama di samping hambatan fiskal, infrastruktur dan sumber daya manusia," papar Irwandy. (ris/ran/ema)

Latest News

PLN Siap Pasok Smelter Antam Hingga 30 Tahun PLN Siap Pasok Smelter Antam Hingga 30 Tahun
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PLN Pasok Listrik ke Pabrik Smelter Antam Selama 30 Tahun ke DepanPLN Pasok Listrik ke Pabrik Smelter Antam Selama 30 Tahun ke Depan
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
Smelter Feronikel Baru Antam ANTM di Halmahera Timur Bakal Dipasok Listrik dari PLNSmelter Feronikel Baru Antam (ANTM) di Halmahera Timur Bakal Dipasok Listrik dari PLN
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.
Member PT Hengtai Yuan
Member PT Indotama Ferro Alloys
Member PT Smelting
Member PT Bintang Smelter Indonesia
Member PT Meratus Jaya Iron  Steel
Member PT Cahaya Modern Metal Industri
Member PT Delta Prima Steel
Member PT karyatama Konawe Utara
Member PT Refined Bangka Tin
Member PT Central Omega Resources Indonesia
Member PT Kasmaji Inti Utama
Member PT Monokem Surya
Member PT Tinindo Internusa
Member PT Macika Mineral Industri
Member PT Indra Eramulti Logam Industri
Member PT Indonesia Weda Bay Industrial Park
Member PT AMMAN MINERAL INDUSTRI AMIN
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
Switch to Desktop Version
Copyright © 2015 - AP3I.or.id All Rights Reserved.
Jasa Pembuatan Website by IKT