Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot mengatakan, pelarangan ekspor nikel ditetapkan per 1 Januari 2020, untuk mendorong pengembangan industri mobil listrik. Pelarangan ini termasuk untuk kadar rendah di bawah 1,7 persen yang sebelumnya boleh diekspor.
"Pemerintah dengan pertimbangan cost benefit-nya mengambil insiatif menghentikan ekspor nikel segala kualitas. Dulu di bawah 1,7 diekspor atas dasar itu kita hentikan," kata Bambang, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (2/9).
Menurutnya, nikel kadar rendah yang mengandung mengandung lithium dan kobalt, saat ini sudah bisa diolah dengan teknologi hidrometalurgi untuk dijadikan komponen baterai yang bisa mendukung pengembangan industri kendaraan listrik di Indonesia.
"Kedua saat ini perkembangan teknologi sudah maju, justru dapat mengelola nikel kadar rendah, nikel tersebut dapat digunakan sebagai komponen baterai," imbuhnya.
Saat ini ada empat perusahaan yang sedang dibangun untuk mengelola nikel kadar rendah menjadi baterai kendaraan listrik. Jika empat pabrik tersebut beroperasi maka total kebutuhan nikel kadar rendah pada 2021 akan mencapai 27 juta ton per tahun.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.