JAKARTA, investor.id - Pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter) tembaga sebaiknya dihentikan. Wacana tersebut digaungkan oleh Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Maman Abdurrahman dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Holding Industri Pertambangan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) pada 30 Juni kemarin.
Maman menegaskan kewajiban pembangunan smelter mutlak dijalankan sebagaimana amanat UU No.3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Hanya saja menurutnya ada pengecualian bagi smelter tembaga. "Khusus untuk tembaga beda. Konteks keseluruhan masih wajib," kata Maman. D
Dia menjelaskan bijih tembaga selama ini sudah diolah menjadi konsentrat dengan nilai tambah mencapai 95%. Sedangkan pembangunan smelter hanya memurnikan konsentrat itu menjadi 99-100% berupa katoda tembaga. Sementara investasi smelter sangat besar dan tak sebanding dengan kadar peningkatan nilai tambah. Apalagi katoda tembaga yang dihasilkan smelter tembaga selama ini pun minim penyerapannya di dalam negeri.
"Ini menjadi tidak ekonomis hanya meningkatkan 5%. Ngapain bangun smelter lalu rugi," ujarnya. Maman mengusulkan pembahasan smelter tembaga dilakukan melalui focus group discussion (FDG). Dengan begitu para anggota dewan mendapatkan penjelasan detil dari Holding Industri Pertambangan. Dia mengingatkan, PT Freeport Indonesia yang membangun smelter tembaga kini sudah mayoritas dimiliki oleh Indonesia.
Artiannya untung ruginya Freeport berdampak terhadap Indonesia. "Kalau ingin Freeport maju, mau enggak mau harus mengatakan hati-hati berinvestasi. Kita dorong di forum khusus karena harus detil melihat isu-isunya," ujarnya. Dikatakannya arah politik sektor pertambangan bakal berbeda seiring dengan pengesahan UU3/2020. Menurutnya yang berbeda itu terkait kewajiban pembangunan smelter. "Ini salah satunya tidak perlu bangun smelter (tembaga)," jelasnya Berdasarkan catatan Investor Daily, dalam UU Minerba teranyar memang ada celah dalam kewajiban pembangunan smelter.
Pada Pasal 102 ayat 3 menyatakan peningkatan nilai tambah mineral melalui smelter wajib dengan mempertimbangkan peningkatan nilai ekonomi maupun kebutuhan pasar. Tercatat dua perusahaan yang membangun smelter tembaga yakni Freeport dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara. Progres pembangunan kedua smelter itu belum memasuki tahap konstruksi. Smelter Freeport memiliki kapasitas 2 juta ton konsentrat tembaga yang berlokasi di kawasan industri Gresik, Jawa Timur ( Java Integrated Industrial and Port Estate/JIIPE).
Tahap pembangunan smelter sudah mencapai 4,88% hingga akhir Maret kemarin. Rencananya pada Agustus ini groundbreaking pembangunan smelter dimulai dengan target penyelesaian pada 2023. Smelter Amman mulai dibangun sejak April 2017 silam dengan kapasitas 1,3 juta ton konsentrat yang ditargetkan rampung pada 2022.
Adapun kemajuan pembangunan smelter hingga Januari kemarin mencapai 22,974%. Smelter Freeport dan Amman terkena dampak pandemi Covid-19. Kedua perusahaan sudah mengajukan penyesuian target penyelesaian smelter dalam waktu 12-18 bulan. Sumber : Investor Daily
Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul "Pembangunan Smelter Tembaga Sebaiknya Dihentikan" Penulis: Rangga Prakoso Read more at: http://brt.st/6DWq
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.