Pembangunan smelter Freeport Indonesia tunggu dua kepastian ini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) PT Freeport Indonesia (PT FI) masih menunggu kepastian. Setidaknya ada dua kepastian yang ditunggu PT FI, yakni soal penyelesaian divestasi 51% oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan soal Izin Usaha Perpanjangan Khusus (IUPK).
Jurubicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, ketika proses divestasi rampung dan pasca kontrak habis pada tahun 2021, pihaknya ingin mendapatkan kelangsungan operasi dalam bentuk IUPK langsung hingga tahun 2041.
“Progres ada, cuma pembangunan fisik menunggu. Bukan hanya (divestasi oleh) Inalum. Ada yang lain-lain, ya kelangsungan operasi sampai 2041, IUPK. Itu satu paket semua,” kata Riza saat ditemui di DPR, Senin (1/10).
Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada periode enam bulan dari 15 Februari hingga 15 Agustus 2018, pencapaian pembangunan kumulatif baru 2,50%. Meski demikian, pencapaian tersebut masih sesuai dengan target yang dipatok, yakni rencana dalam 6 bulan-12 bulan sebesar 2,43%-5,38%.
Soal ketentuan progres dan sanksi pembangunan smelter ini diatur dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1826K/30EM/2018 dan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 25 Tahun 2018. Dalam peraturan tersebut, perusahaan bisa dikenai sanksi administratif bagi kemajuan pembangunan smelter yang tidak memenuhi 90% dari target kumulatif ketika verifikasi enam bulan.
Sedangkan smelter PT FI yang tengah dalam proses ini terletak di Gresik, Jawa Timur. Riza menyebut, pihaknya masih tak menutup kemungkinan untuk memindahkan lokasi smelter melalui kerjasama dengan PT Amman Mineral Nusa Tenggara Barat.
Namun, kata Riza, hal itu masih berupa opsi dan dalam masa studi. “Itu kan masih opsi. Dengan Amman kita melakukan studi. Sekarang yang paling maju progresnya ya di Gresik,” imbuhnya.
Sementara mengenai kepastian operasi dalam bentuk IUPK, menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono, apabila proses divestasi dinyatakan rampung, pihaknya bisa mengeluarkan IUPK. Periodenya selama 2 x 10 tahun setelah habis masa kontrak pada tahun 2021.
Artinya, meski IUPK bisa diperoleh selama 2 x 10 tahun, namun itu tidak secara otomatis langsung diberikan hingga tahun 2041. Sebab, Bambang bilang, yang akan langsung diberikan adalah sampai tahun 2031, karena masing-masing periode memiliki persyaratan yang harus dipenuhi.
“Masing-masing dalam kondisional, ada persyaratannya. Jadi sampai 2031 langsung diberikan, tapi yang 2041 nanti, sepanjang dia (Freeport Indonesia) memenuhi persyaratan, ya bisa,” jelas Bambang.
Sementara untuk saat ini, PT FI kembali mendapatkan IUPK sementara selama satu bulan, hingga akhir Oktober 2018. IUPK sementara ini diberikan hingga proses divestasi 51% saham PT FI dirampung oleh Inalum. Sedangkan Inalum masih harus melakukan pembayaran sebesar US$ 3,85 miliar yang ditargetkan bisa tuntas pada November 2018.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.