Pemerintah, Ayo Setop Izin Ekspor Konsentrat Tambang!
Indonesiainside.id, Jakarta – Komisi VII DPR meminta pemerintah segera menyetop izin eskpor konsentrat tambang. Sebab, hal itu bertentangan dengan Pasal 103 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
UU itu mengamanatkan setiap perusahaan tambang harus melakukan pengelolahan dan pemurnian hasil tambang di dalam negeri sebelum diekspor. Hal itu ditetapkan sebagai upaya memberi nilai tambah produk ekspor sekaligus membuka lapangan kerja baru di dalam negeri.
“Pemerintah harus berani menghentikan ekspor konsentrat tambang. Sebab, semua sudah diatur dalam UU dan PP (peraturan pemerintah), termasuk soal jangka waktu kompensasi penerapan kebijakan ini,” ucap anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, di Jakarta, Rabu (18/3).
Politikus PKS itu menilai pemerintah selama ini terkesan tidak serius melaksanakan UU Minerba. Pemerintah beberapa kali mengeluarkan peraturan yang mengizinkan perpanjangan ekspor konsentrat.
Dia mencontohkan PT Freeport Indonesia. Pemerintah sangat longgar menerapkan larangan ekspor konsentrat kepada perusahaan itu. Sejak adanya peraturan yang melarang ekspor konsentrat pada 2014, pemerintah terbukti beberapa kali melanggar dengan memberikan izin dengan alasan pembangunan smelter yang belum selesai.
Menurut Mulyanto, pemerintah seharusnya mendorong Freeport mempercepat proses pembangunan smelter, bukan malah memperlonggar izin ekspor. Freeport sudah mengoperasikan fasilitas pemurnian tembaga pertama di Indonesia yang mampu mengolah 300 ribu ton per tahun atau sebesar 40 persen dari total produksi konsentrat tembaga. 60 persen lainnya diekspor dalam kondisi mentah.
Sementara, pembangunan smelter baru untuk mengolah sisa konsentrat tembaga yang selama ini diekspor dalam bentuk mentah tersebut baru terealisasi sebesar 4,8 persen.
Mulyanto mengatakan, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Freeport menargetkan pembangunan smelter baru akan selesai tahun 2023. Ia menilai durasi itu sangat lama. Sebab, jika dihitung sejak adanya ketentuan pelarangan ekspor tembaga mentah tahun 2014, seharusnya di tahun 2020 atau 6 tahun setelah kebijakan itu ditetapkan, semua pabrik pengolahan konsentrat sudah siap.
“Untuk itu, pemerintah harus mengawal kesiapan perusahaan membangun smelter. Jika perlu dibuat sargas khusus untuk mengawasi pembangunan smelter agar target waktu pembangunan sesuai dengan rencana,” ucap dia. (AIJ)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.