Pemerintah Baru akan Hitung Kebutuhan Smelter di Dalam Negeri
Pemerintah mengaku belum punya perhitungan mengenai berapa banyak dan berapa besar kapasitas fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) yang harus terbangun di dalam negeri. Hal ini terkait dengan kewajiban industri pertambangan untuk membangun smelter.
Saat ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan baru akan menghitung berapa banyak kebutuhan hasil tambang mineral untuk program hilirisasi pertambangan. Selama ini kementerian belum memiliki data tersebut, sehingga sulit menentukan target pembangunan smelter.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan sudah banyak perusahaan tambang yang sudah mendapatkan Izin Usaha Produksi. Sementara ada ketentuan dalam Undang-Undang Mineral dan Batu Bara, bahwa hasil tambang mineral harus diolah di dalam negeri.
Masalahanya belum tentu semua hasil tambang mineral ini bisa diolah. Apalagi tidak ada patokan yang jelas berapa banyak smelter yang akan dibangun dan berapa besar kemampuannya. Apakah smelter yang harus dibangun ini menyesuaikan dengan hasil produksi tambang, atau dengan kebutuhan dalam negeri.
Dengan begitu, pemerintah bisa mengetahui berapa target smelter yang perlu dibangun untuk setiap jenis barang tambang dan berapa banyak hasil tambang yang dibutuhkan. Sehingga kebijakan untuk mengolah hasil tambang di dalam negeri pun bisa berjalan.
"Oleh karena itu kami kerjasama dengan Kementerian Perindustrian. Kementerian Perindustrian seharusnya yang menentukan, sehingga kita itu ada patokan seberapa banyak kita akan membangun smelter dengan kapasitas berapa," ujar Bambang saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (23/8).
Pembangunan smelter, yang ditargetkan selesai pada 2017 diperkirakan molor. Tahun ini saja, kata Bambang hanya ada empat smelter yang akan terbangun. Namun, yang mengalami perkembangan yang cukup pesat hanyalah dua smelter. Sedangkan, 2 smelter lagi masih belum mengalami perkembangan.
Dengan begitu, pemerintah bisa mengetahui berapa target smelter yang perlu dibangun untuk setiap jenis barang tambang dan berapa banyak hasil tambang yang dibutuhkan. Sehingga kebijakan untuk mengolah hasil tambang di dalam negeri pun bisa berjalan.
"Oleh karena itu kami kerjasama dengan Kementerian Perindustrian. Kementerian Perindustrian seharusnya yang menentukan, sehingga kita itu ada patokan seberapa banyak kita akan membangun smelter dengan kapasitas berapa," ujar Bambang saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (23/8).
Pembangunan smelter, yang ditargetkan selesai pada 2017 diperkirakan molor. Tahun ini saja, kata Bambang hanya ada empat smelter yang akan terbangun. Namun, yang mengalami perkembangan yang cukup pesat hanyalah dua smelter. Sedangkan, 2 smelter lagi masih belum mengalami perkembangan.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.