Pemerintah Diminta Dekatkan Industri Hilir ke Hulu
Bisnis.com, JAKARTA—Produsen baja nirkarat atau stainless steel meminta kepada pemerintah untuk mendorong pertumbuhan industri hilir di dekat pabrik.
Alexander Barus, CEO PT Indonesia Morowali Industrial Park, mengatakan kawasan industri Morowali telah memproduksi cold rolled coil (CRC) nirkarat yang seluruhnya dikirim untuk pasar ekspor. Menurutnya, pemerintah perlu berinisiatif untuk menciptakan industri hilir di kawasan industri ini agar produk stainless steel CRC juga diserap oleh industri dalam negeri.
"Kalau ada industri hilir di dekat kawasan ini kan tidak memakan biaya logistik yang besar. Lokasi di sini menjadi lokasi yang tepat," ujarnya belum lama ini.
Kawasan Industri Morowali dapat memproduksi stainless steel CRC sebesar 500.000 ton per tahun berupa lembaran baja nirkarat yang mengkilap. Produk ini dapat diserap oleh industri hilir dan diolah menjadi berbagai produk turunan, seperti mesin, produk rumah tangga, komponen bangunan dan pendukung infrastruktur.
Selama ini, kebutuhan baja nirkarat dalam negeri masih rendah karena harganya yang lebih mahal dibandingkan baja karbon. Selain itu, industri dengan kemampuan teknologi tinggi di dalam negeri belum banyak berkembang.
Hamid Mina, Managing Director Indonesia Morowali Industrial Park, menuturkan pihaknya juga memerlukan koordinasi dengan Kementerian Perindustrian untuk mengetahui kebutuhan pasar dalam negeri terhadap stainless steel CRC. Melalui koordinasi ini, pihaknya dapat memproduksi produk yang sesuai dengan permintaan pasar.
"Sebagai contoh, produk kami bisa punya lebar hingga 1,7 meter, kalau pasar butuhnya hanya 1,6 meter, harga produk kami akan dirasa kemahalan," jelasnya.
Hamid menilai untuk industri hilir investasi yang dibutuhkan tidak terlalu besar, berbeda dengan industri hulu. Namun, apabila nantinya tidak ada investor yang berniat membangun industri hilir, pihaknya bakal mengekspor semua produk stainless steel CRC.
Menanggapi keinginan tersebut, Haris Munandar, Sekjen Kemenperin menyatakan untuk memindahkan industri hilir ke Kawasan Industri Morowali diperlukan upaya ekstra.
"Untuk membujuk yang di Jawa mau ke sini kerena bahan baku di sini, pemerintah harus menyediakan fasilitas yang memadai, baik tempat maupun infrastrukturnya," katanya.
Sebagai informasi, Kawasan Industri Morowali merupakan kawasan industri yang menjadi pusat pengolahan nikel. Di kawasan yang terletak di Sulawesi Tengah ini telah terbentuk klaster pengolahan nikel yang lengkap dari smelter nikel, pengolahan nickel pig iron (NPI) hingga memproduksi baja nirkarat berupa HRC dan CRC.
Kawasan ini secara keseluruhan bakal memproduksi 1,5 juta ton NPI dengan kandungan nikel 10%, 3 juta ton stainless steel slab, 500.000 ton stainless steel CRC, dan 3,5 juta ton stainless steel HRC untuk memenuhi pasar ekspor, serta 3,5 juta ton baja karbon untuk pasar domestik.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.