Pemerintah Diminta Konsisten Soal Kebijakan Pengolahan Nikel
Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dinilai perlu menjaga iklim usaha di sektor pengolahan mineral, khususnya terkait dengan nikel, melalui kebijakan yang konsisten untuk menjamin harga komoditas hasil olahan dan pengembangan smelter.
Haykel Hubies, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan & Pemurnian (AP3I), mengatakan menjelang berakhirnya kuartal III/2019, harga jual feronikel meningkat ke kisaran US$18.000 per ton. Peningkatan harga jual itu dinilai sebagai pencapaian luar biasa dan prospek positif bagi industri pengolahan.
Pihaknya pun berharap tren positif itu bisa berlanjut hingga akhir tahun dan pada 2020. Syaratnya, jelas dia, pelaku usaha dengan didukung pemerintah mampu menjaga iklim usaha dengan kebijakan yang konsisten.
“Kalau pemerintah bisa memberikan iklim yang baik, maka otomatis smelter pasti akan tumbuh harga terjamin. Iklim yang baik itu didasari dengan kebijakan yang konsisten,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (10/9/2019).
Haykel mengatakan inkonsistensi kebijakan itu misalnya terjadi dalam kebijakan soal ekspor bijih nikel yang dalam satu dasawarsa terakhir beberapa kali berubah. Pada 2009, katanya, larangan ekspor bahan baku itu diterbitkan, tetapi pada 2016 kembali dibolehkan hingga 2021.
Pada akhirnya, tenggat larangan ekspor itu dipercepat pada akhir tahun ini. Hal itu, memengaruhi pandangan investor global terkait prospek iklim usaha di Indonesia, khususnya dalam pengembangan smelter.
“Ada inkonsistensi yang kami lihat, yang bagi iklim usaha itu kan tidak bagus. Harapan kami itu saja, pemerintah harus hadir.”
Terkait pengembangan smelter baru, Haykel mengatakan berdasarkan info yang diterimanya dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), hingga pertengahan tahun ini masih tercatat 18 rencana investasi untuk pembangunan smelter untuk komoditas nikel. Bila terealisasi, maka potensi perkembangan sektor pengolahan nasional sangat besar.
Namun, dia mengatakan bahwa realisasi dari rencana itu masih akan bergantung pada respons para investor terhadap kebijakan baru pemerintah yang melarang ekspor bijih nikel pada awal tahun depan.
“Tinggal nanti kita lihat realisasinya, apakah rencana itu diteruskan. Kita lihat komitmen mereka,” ujarnya.
Di sisi lain, Haykel menilai dengan adanya kebijakan baru itu, para pelaku industri pengolahan lokal mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan bahan baku, tanpa perlu bersaing dengan permintaan luar negeri.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.