Pemerintah Evaluasi Aturan Minerba Hingga 10 Hari ke Depan
Jakarta - Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan memasang target 10 hari guna mengevaluasi peraturan di sektor pertambangan agar selaras dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Selama 10 hari ke depan, kami mau meluruskan semuanya. Mulai dari UU Minerba peraturan sampai kepres supaya jangan ada lagi yang melanggar undang-undang," kata Luhut di Jakarta, Selasa (13/9).
Luhut belum mau membeberkan beleid apa saja yang dievaluasi dan diselaraskan tersebut. Dia hanya menyebut evaluasi melibatkan sejumlah pakar di antaranya ahli hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana. Para ahli tersebut akan membantu merumuskan apa saja langkah terbaik terkait permasalahan implementasi UU Minerba.
Dikatakannya, evaluasi dan penyelarasan tersebut harus mengedepankan prinsip keadilan dan kedaulatan. Selain itu, semangat hilirisasi dalam UU Minerba tetap dipertahankan. "Kami mau semua berkeadilan. Tidak ada kepentingan salah satu misalnya Freeport atau Newmont. Kami bicara kepada semua yang terbaik," ujarnya.
Secara terpisah, Hikmahanto enggan membeberkan peraturan apa saja yang dievaluasi tersebut.
Berdasarkan catatan Beritasatu.com, tumpang tindih peraturan dengan UU Minerba yang menimbulkan ketidakpastian terkait kewajiban pengolahan dan pemurnian hasil tambang bagi pemegang kontrak karya. Dalam Pasal 170 UU Minerba menyebutan pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU Minerba diundangkan.
Ketentuan ini dipertegas dengan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2014 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Namun kewajiban hilirisasi mineral itu ternyata bertentangan dengan Pasal 169 UU Minerba yang menyatakan pemegang kontrak karya harus menyesuaikan kontraknya dengan pasal-pasal dalam UU Minerba paling lambat satu tahun sejak diundangkan.
Penyesuaian itu termasuk kewajiban hilirisasi mineral dengan membangun fasilitas pemurnian (smelter) bagi pemegang kontrak karya. Faktanya hingga kini renegosiasi kontrak karya belum selesai bahkan melewati batas waktu yang ditetapkan UU Minerba.
Kemudian terbit Peraturan Menteri ESDM No. 1 Tahun 2014 sebagai turunan dari Peraturan Presiden 1/2014. Permen ESDM 1/2014 itu menyatakan ekspor mineral mentah dilarang sejak 11 Januari 2014. Kemudian ekspor konsetrat mineral masih dapat dilakukan hingga 11 Januari 2017. Tiga tahun waktu yang diberikan itu guna membangun smelter. Namun jelang pemberlakuan larangan tersebut pembangunan smelter belum signifikan. Bahkan ada proyek smelter yang terhenti pembangunannya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.