Jakarta – Pemerintah akan mengevaluasi kemajuan pembangunan smelter yang dilakukan perusahaan tambang, setiap enam bulan sekali, sesuai dengan komitmen yang telah disepakati dengan pemerintah. Jika tidak terdapat kemajuan, maka pemerintah akan mencabut fasilitas ekspor konsentrat yang diberikan kepada perusahaan tambang.
“Setiap enam bulan akan dievaluasi, bahkan untuk kepentingan tertentu bisa dilakukan sewaktu-waktu. Ini merupakan bentuk pengawasan pemerintah terhadap perusahaan tambang, supaya mereka melaksanakan komitmen untuk membangun smelter,” kata Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (21/1).
Hal ini ini dikemukakan Arcandra menjawab banyaknya pertanyaan mengenai alasan pemerintah kembali memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk mengekspor konsentrat. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat Atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, serta turunannya yakni Peraturan Menteri (Permen) Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri dan Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2017 tentang Tata Cara Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian.
Ketiga peraturan itu dikeluarkan pada 11 Januari 2017, atau sehari sebelum berakhirnya tenggat waktu bagi perusahaan tambang untuk melakukan ekspor konsentrat, seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Di Dalam Negeri. Dalam aturan itu disebutkan, penjualan mineral ke luar negeri dapat dilakukan dalam jumlah tertentu dan berbentuk hasil pengolahan dalam jangka waktu tiga tahun sejak diterbitkanya Peraturan Menteri ini, yaitu pada tanggal 11 Januari 2014.Artinya, mulai 12 Januari 2017 hanya mineral hasil pemurnian yang diizinkan ekspor. Namun, dengat diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 1 2017 tersebut maka peraturan Menteri ESDM Nomor 1 tahun2014 tidak berlaku.
Arcandra mengakui bahwa sejatinya memang larangan ekspor konsentrat sudah diberlakukan, dan perusahaan tambang mengolah konsentrat tersebut di dalam negeri melalui smelter yang dibangun. “Idealnya memang seperti itu. Namun, kenyataan di lapangan berbeda, bahwa untuk membangun smelter memang tidak mudah. Pemerintah mencoba untuk menjembatani gap antara kondisi ideal dengan kenyataaan,” katanya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.