Pemerintah Genjot Hilirisasi Industri Biar Ekonomi RI Tak Rentan Krisis
Jakarta - Menko Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan ada beberapa sektor industri yang perlu dipacu hilirisasinya agar tak melulu ketergantungan terhadap impor. Industri besi dan baja, petrokimia, farmasi, hingga mineral perlu dipacu untuk terus tumbuh agar ke depan Indonesia tak lagi ketergantungan terhadap produk impor.
Darmin mengatakan, jika pertumbuhan impor lebih tinggi daripada ekspor, maka dikhawatirkan akan memperlebar defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Hal ini sebelumnya pernah terjadi di era Orde Baru di mana pertumbuhan ekonomi tinggi yang diikuti pertumbuhan impor yang agresif.
"Berpola dari pengalaman itu sebenarnya pemerintah identifikasi apa saja di sektor industri di hulu yang harus dimulai. Supaya nanti kita enggak terlalu rentan kenaikan impor kalau pertumbuhan naik," ujar Darmin dalam Seminar Outlook Industri 2018 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Senin (11/12/2017).
Darmin menambahkan, perlu dilakukan hilirisasi industri besi dan baja yang lebih jauh lagi sehingga menghasilkan produk yang memiliki nilai tambah tinggi. Dalam hal ini, Krakatau Steel bersama perusahaan asal Korea Selatan POSCO membuat perusahaan patungan alias joint venture (JV) Krakatau Posco melakukan hilirisasi produk besi dan baja.
"Itu sebabnya pemerintah coba dorong supaya Krakatau Steel dipasangkan dengan perusahaan besar dari Korea, Posco supaya dia bisa menjawab kebutuhan akan hasil-hasil besi dan baja," tutur Darmin.
Kedua adalah industri petrokimia yang belum dioptimalkan sejak dulu. Industri ini memiliki potensi untuk menghasilkan produk pendukung lainnya seperti plastik hingga polyester.
"Kedua adalah kelompok dari sebenarnya dahulu punya kesempatan besar sayangnya tidak dimanfaatkan yaitu petrokimia. Petrokimia sampai ke hilir ada urusan pipa plastik, polyester, urusan farmasi dan seterusnya," kata Darmin.
Selanjutnya adalah industri kimia dasar yang kata Darmin termasuk di dalamnya industri farmasi. Industri farmasi diharapkan bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri, sehingga belanja farmasi bisa diserap langsung oleh perusahaan dalam negeri.
"Ketiga, basic chemical sebagian di antara produknya adalah farmasi, produk farmasi. Memilih itu karena kita mengeluarkan uang banyak sekali untuk BPJS, aneh kalau biarkan uangnya bocor ke luar," tutur Darmin.
Beberapa industri lain yang perlu dicermati adalah hilirisasi mineral dengan pembangunan smelter. Mineral yang ditambang di Indonesia harus diolah di dalam negeri sehingga memiliki nilai tambah yang jauh lebih besar.
"Ada beberapa hal kita harus cermati. Satu kebijakan diteruskan mulai dari pemerintahan lalu dimulai yaitu hilirisasi smelter. Hasil perkebunan yang diolah hilirnya dan untuk itu terutama kawasan industri dan KEK dibangun. Semua kawasan itu semua dikaitkan pemanfaatan natural resources apakah pariwisata apakah itu untuk smelter dan sebagainya," ujar Darmin. (ara/mkj)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.